profil tim persib bagian 2

Written By iqbal_editing on Rabu, 09 November 2016 | 01.47

1990-an: Bergulirnya Liga Indonesia

Sebuah catatan sejarah dibuat PSSI pada pertengahan dekade 90-an. Setelah bertahun-tahun terjadi dualisme kompetisi yaitu Perserikatan (amatir) dan Galatama (semiprofesional), mulai musim 1994-1995, PSSI memutuskan menggabungkan kedua kompetisi sepak bola di tanah air tersebut dan membuka keran bagi pemain asing. Sebanyak 34 tim, terdiri dari 16 eks Galatama dan 18 eks Perserikatan, tampil dalam kompetisi bernama resmi Liga Indonesia (LI).
Ke-34 peserta dibagi ke dalam dua wilayah, Barat dan Timur. Di Wilayah Barat bercokol Arseto Solo, Bandung Raya, BPD Jateng, Mataram Putra, Medan Jaya, Pelita Jaya Jakarta, Persib Bandung, Persija Jakarta, Persijatim Jakarta Timur, Persiku Kudus, Persiraja Banda Aceh, Persita Tangerang, PS Bengkulu, PSDS Deli Serdang, PSMS Medan, Semen Padang, dan Warna Agung. Sedangkan di Wilayah Timur, ada Arema Malang, Assyabaab Salim Grup Surabaya (ASGS), Barito Putra, Gelora Dewata, Mitra Surabaya, Persebaya Surabaya, Persegres Gresik, Persema Malang, Persiba Balikpapan, Persipura Jayapura, Petrokimia Putra Gresik, PSIM Yogyakarta, PSIR Rembang, PSIS Semarang, PSM Makassar, Pupuk Kaltim Bontang, dan Putra Samarinda.
Ke-17 tim yang berada di masing-masing wilayah harus bertarung secara reguler dalam 32 pertandingan home and away. Empat tim teratas berhak lolos ke babak “8 Besar”, dan dua tim terbawah di masing-masing wilayah degradasi ke Divisi I.

Liga Indonesia/1994-95

Kendati keran pemain asing sudah dibuka lebar-lebar oleh PSSI, namun Persib tetap mengandalkan pemain lokal pada LI I/1994-95. Meskipun demikian, dominasi Persib yang sudah dipancangkan sejak pertengahan dekade 80-an, belum tergoyahkan. Dalam kompetisi gaya baru ini, Robby Darwis dan kawan-kawan tetap menjadi yang terbaik. Di final yang berlangsung di Stadion Utama Senayan, Jakarta, Persib menjungkalkan wakil Galatama, Petrokimia Putra, dengan skor tipis 1-0 lewat gol tunggal Sutiono Lamso pada menit 76.
Sukses tim asuhan Indra M. Thohir menjuarai LI I ini tergolong sangat mengejutkan dan di luar perkiraan banyak pemerhati sepak bola nasional. Selain hanya mengandalkan pemain lokal, sementara tim lain kebanyakan menggunakan jasa pemain asing, Persib pun memulai kompetisi dengan hasil buruk. Pada partai pembuka, Persib dikalahkan Pelita Jaya 0-1 melalui gol tunggal pemain asing asal Yugoslavia (sekarang Serbia-Montenegro), Dejan Gluscevic.
Di babak reguler, dengan mengalami tiga kekalahan, Persib pun hanya lolos ke babak “8 Besar” sebagai runner-up di bawah Pelita Jaya. Setelah lolos ke Senayan, Persib membuka pertandingan Grup B, 20 Juli 1995, dengan hasil imbang tanpa gol dengan Petrokimia Putra. Dalam pertandingan ini, Petrokimia Putra menurunkan dua pemain asing andalannya, Jacksen F. Tiago (Brasil) dan penjaga gawang asal Trinidad & Tobago, Darryl Sinerine. Sementara pada pertandingan lain, ASGS membekap Medan Jaya 2-1.
Persib baru membuka peluang lolos ke semifinal setelah pada partai kedua, 23 Juli 1995, menundukkan Medan Jaya 2-1 dan pada pertandingan lain, Petrokimia Putra kembali bermain imbang 2-2 dengan ASGS. Hasil ini membuat persaingan perebutan dua tiket dari Grup B semakin panas, terutama tiga tim yang masih punya peluang yaitu Persib, ASGS dan Petrokimia Putra.
Pada partai penentuan, 26 Juli 1995, Persib tampil luar biasa ketika membekap pimpinan klasemen sementara, ASGS dengan skor telak 3-0, sekaligus menempatkan diri di babak semifinal sebagai juara Grup B. Persib akhirnya didampingi Petrokimia Putra yang menang 3-0 atas Medan Jaya.
Di babak semifinal, 28 Juli 1995, Persib bertemu Barito Putra yang menjadi runner-up Grup A. Dalam pertandingan yang berlangsung sengit, Persib akhirnya berhasil mematahkan perlawanan keras Barito Putra lewat gol tunggal Kekey Zakaria. Dengan seabreg tudingan Persib diselamatkan wasit pada babak semifinal, Robby Darwis dan kawan-kawan melenggang ke partai puncak untuk kembali berhadapan dengan Petrokimia Putra yang menyingkirkan Pupuk Kaltim 1-0 berkat gol tunggal Widodo Cahyono Putro.
Pada partai puncak, 30 Juli 1995, Persib masuk ke lapangan di bawah sorak sorai puluhan ribu bobotoh yang memadati Stadion Utama Senayan Jakarta. Seperti partai-partai sebelumnya, pada pertandingan final, pelatih Indra M. Thohir menurunkan the winning team; Anwar Sanusi (kiper), Mulyana, Robby Darwis, Yadi Mulyadi (belakang), Dede Iskandar, Nandang Kurnaedi, Yudi Guntara, Asep Kustiana, Yusuf Bachtiar (tengah), Kekey Zakaria, dan Sutiono Lamso (depan).
Diwarnai kontroversi dianulirnya gol Jacksen F. Tiago, Persib akhirnya kembali menorehkan sejarah dengan menjuarai LI jilid pertama, setelah Sutiono Lamso menjebol gawang Petrokimia Putra pada menit 76. Hingga pertandingan usai, Petrokimia Putra gagal membuat gol balasan, yang membuat ribuan bobotoh berpesta pora di Stadion Utama Senayan Jakarta. Pesta serupa juga terjadi di Bandung dan seantero Jawa Barat.
Bagi Sutiono Lamso, golnya ke gawang Petrokimia Putra itu melengkapi koleksi golnya pada musim itu menjadi 21 gol. Sebuah rekor yang hingga saat ini belum terpecahkan oleh striker Persib lainnya.
Berkat keberhasilannya menjadi juara LI, Persib menjadi wakil Indonesia di kancah Piala Champions Asia. Di ajang ini, Persib sukses mencapai babak perempatfinal Wilayah Timur, salah satunya dengan menyingkirkan juara bertahan, Bangkok Bank (Thailand), di babak penyisihan.

Liga Indonesia 1995-96

Pada LI II/1995-96, pengurus Persib melakukan pergantian pelatih. Setelah mengantarkan Persib menjuarai LII/1995-96 dan perempatfinal Piala Champions Asia, Indra M. Thohir lengser. Sebagai penggantinya, Risnandar Soendoro melakukan langkah-langkah regenerasi dengan menyelipkan sejumlah pemain muda seperti Yaris Riyadi, Imam Riyadi dan Dadang Hidayat ke dalam skuad yang masih didominasi muka-muka lama.
Adapun pasukan Risnandar pada LI/II 1995-96 adalah Anwar Sanusi, Gatot Prasetyo (kiper), Nandang Kurnaedi, Hendra Komara, Roy Darwis, Mulyana, Robby Darwis, Nana Supriatna, Yadi Mulyadi, Dadang Hidayat (belakang), Yusuf Bachtiar, Yudi Guntara, Asep Kustiana, Asep Sumantri, Yaya Sunarya, Imam Riyadi, Yaris Riyadi, Mustika Hadi, Gengen (tengah), Sutiono Lamso, Kekey Zakaria, Asep Dayat, Asep Poni, dan Dadang Rusmana (depan).
Setelah menyelesaikan 28 pertandingan di babak reguler Wilayah Barat, Persib menempati peringkat ketiga klasemen akhir dengan catatan 13 menang, 11 seri dan 4 kali kalah. Dari wilayah Barat, Persib lolos ke babak “12 Besar” bersama Mastrans Bandung Raya, Pelita Jaya Jakarta, Persita Tangerang, Persikab Kab. Bandung dan Mataram Indocement. Sedangkan 6 tim yang lolos dari Wilayah Timur adalah PSM Makassar, Mitra Surabaya, Pupuk Kaltim Bontang, Gelora Dewata, Persipura Jayapura dan Putra Samarinda.
Di babak “12 Besar” yang dibagi ke dalam tiga grup, Persib bergabung di Grup C bersama tuan rumah PSM, Persipura dan Mataram Indocement. Pada pertandingan pembuka di Stadion Mattoangin, Makassar, 24 September 1996, Persib langsung ditekuk Persipura 1-2. Sementara pada pertandingan lain, PSM membekap Mataram Indocement 1-0.
Dua hari kemudian, 26 September 1996, Persib bangkit sekaligus membuka peluang untuk lolos ke babak semifinal sebagai runner-up terbaik, setelah memukul Mataram Indocement 2-0. Tiket semifinal di grup ini akhirnya menjadi milik PSM setelah pada hari yang sama mencatat kemenangan 1-0 atas Persipura.
Sayang, Persib akhirnya harus gagal mempertahankan gelar juara yang direbut tahun sebelumnya, karena pada partai penentuan, 28 September 1996, Robby Darwis dan kawan-kawan harus mengakui keunggulan PSM 0-1. PSM akhirnya didampingi Persipura ke babak semifinal setelah menjadi runner-up terbaik usai membantai Mataram Indocement 4-0.

Liga Indonesia 1996-97

Pergantian pelatih Persib kembali terjadi di awal perhelatan Liga Indonesia (LI) III/1996-97. Pengurus Persib kali ini menunjuk Nandar Iskandar sebagai arsitek “Maung Bandung”. Ketika itu, pengurus Persib juga memutuskan mengontrak Nandar untuk dua musim sekaligus.
Berbeda dengan dua musim sebelumnya, LI III dibagi ke dalam tiga wilayah, Barat, Tengah dan Timur, masing-masing diikuti 11 klub. Bermaterikan pemain yang tidak jauh berbeda dengan musim sebelumnya, Nandar sukses membawa Persib menjuarai Wilayah Tengah dengan catatan 8 kali menang, 10 imbang dan 2 kali kalah. Sebagai juara Wilayah Tengah, Persib lolos ke babak “12 Besar” bersama Pelita Jaya Mastrans, Mitra Surabaya dan Barito Putra. Dari wilayah lain, tim-tim yang lolos ke babak “12 Besar” adalah Persebaya Surabaya, Bandung Raya, Arema Malang, Persiraja Banda Aceh (Barat), PSM Makassar, Gelora Dewata, Persma Manado dan Persipura Jayapura (Timur).
Sebagai juara Wilayah Tengah, Persib mendapat jatah tuan rumah di babak “12 Besar”. Robby Darwis dan kawan-kawan menjadi tuan rumah Grup B menjamu tiga kontestan lainnya, Bandung Raya, Persma Manado dan Barito Putra.
Sayang, Persib gagal memanfaatkan keuntungan sebagai tuan rumah. Setelah menang 1-0 dari Barito Putra pada partai pembuka, 13 Juli 1997, Persib hanya mampu bermain imbang tanpa gol dengan Bandung Raya, 15 Juli 1997, dan Persma, 17 Juli 1997. Akibatnya, Persib harus merelakan tempatnya di semifinal kepada rival sekotanya, Bandung Raya yang membekap Persma 3-0 dan Barito Putra 2-0. Dengan nilai 5, hasil sekali menang dan 2 seri, Persib harus puas menjadi runner-up Grup B di bawah Bandung Raya yang mengumpulkan nilai 7.
Bandung Raya yang merupakan juara bertahan akhirnya terus melaju hingga partai puncak sebelum ditundukkan Persebaya Surabaya 1-3 di Stadion Utama Senayan, Jakarta, 28 Juli 1997.

Liga Indonesia 1997-98

Kendati masih “mengharamkan” pemain asing, pada Liga Indonesia (LI) IV/1997-98, Persib mulai membuka keran bagi pemain yang bukan binaan sendiri. Ketika itu, pelatih Nandar Iskandar memboyong beberapa pemain dari luar Jawa Barat untuk memperkuat skuad yang ada. Maka, bergabunglah dua pemain PSMS Medan, M. Halim (kiper) dan Khair Rifo, striker Bandung Raya, Peri Sandria dan Surya Lesmana, gelandang asal Persijatim Jakarta Timur, Iskandar dan mantan striker Petrokimia Putra dan Barito Putra, Gatot Indra.
Namun, kedatangan para pemain dari luar Jawa Barat itu justru menimbulkan persoalan yang mengganggu keharmonisan tim. Akibat perlakuan yang berbeda antara pemain pendatang dan pemain binaan Persib, gap di antara para pemain pun terjadi. Pemain lokal binaan Persib mulai cemburu dengan perbedaan perlakuan pengurus.
Akibatnya, perjalanan Persib di LI IV pun mulai gontai. Tergabung di Wilayah Tengah, Persib mengalami lima kekalahan dalam 15 partai awal yang dimainkannya. Catatan terburuk dalam empat musim terakhir. Ini membuat posisi Nandar terancam. Bahkan, ratusan bobotoh sempat menghadiahkan karangan bunga kematian buat Nandar.
Namun, Nandar selamat dari kecaman yang lebih hebat. Pasalnya, PSSI akhirnya memutuskan untuk menghentikan kompetisi pada tanggal 25 Mei 1998, akibat kerusuhan sosial yang melanda Indonesia. Ketika itu, Persib baru memainkan 15 partai dengan catatan 6 kali menang, 4 seri dan 5 kali kalah dan tertahan di peringkat kelima klasemen sementara.

Liga Indonesia 1998-99

Memasuki LI V/1998-99, persiapan Persib diwarnai konflik internal yang berkepanjangan. Lantaran ketidakjelasan manajemen tim, sejumlah pilar Persib, khususnya yang bukan pemain binaan seperti M. Halim, Iskandar, Surya Lesmana, Giman Nurjaman, Khair Rifo dan Gatot Indra memilih hengkang.
Tidak hanya itu, para pemain binaan sendiri yang selama ini menjadi ikon Persib turut kabur. Para pemain yang terpaksa pergi dengan hati terluka, akibat perselisihan dengan manajemen tim itu adalah Robby Darwis, Yadi Mulyadi, Gatot Prasetyo, Asep Dayat dan Hendra Komara.
Akibat kehilangan banyak pilar, Persib yang ketika itu ditangani pelatih debutan M. Suryamin dan Manajer H.M. Sanusi tampil di LI V dengan kekuatan compang-camping. Plus kondisi internal tim yang sudah tidak kondusif, serta munculnya faktor klenik dalam mempersiapkan tim, Persib mengalami keterpurukan dan harus kehilangan tempat di jajaran elit sepak bola nasional.
Bahkan, setelah memainkan 6 dari 8 pertandingan yang harus dijalani, Persib yang tergabung di Wilayah Barat Grup B nyaris terlempar ke Divisi I. Dalam enam pertandingan itu, Nana Priatna dan kawan-kawan hanya mencatat hasil 2 kali menang, sekali seri dan 3 kali kalah. Beruntung, Persib masih bisa menghindari degradasi setelah mencatat kemenangan 3-1 atas Persita Tangerang di Stadion Benteng, Tangerang, 7 Februari 1999. Meski pada partai terakhir kembali kalah 1-3 dari Persija di Stadion Siliwangi, Persib tetap selamat dan tiket degradasi menjadi milik Persita.

Liga Indonesia 1999-00

Meski nyaris terdegradasi, pelatih M. Suryamin masih dipertahankan Persib pada LI VI/1999-00. Namun, karena besarnya pengaruh faktor klenik dalam perjalanan tim serta buruknya prestasi Nandang Kurnaedi dan kawan-kawan dalam lima pertandingan awal, Suryamin akhirnya harus lengser. Akibat tekanan publik, pers, dan pengurus, Suryamin akhirnya menyatakan mengundurkan diri. Suryamin mundur setelah Persib dikalahkan Persita dan Persikab 0-1, dua kali imbang lawan Indocement Cirebon dan Medan Jaya serta dibekap Semen Padang 0-3.
Pada saat konferensi pers pengunduran dirinya di Sekretariat Persib, Jalan Gurame Bandung, Suryamin menyatakan ia terpaksa menanggalkan jabatannya sebagai pelatih Persib karena merasa didzalimi semua orang, termasuk pers yang dinilai selalu memojokkannya. “Celakalah bagi orang-orang yang telah berbuat dzalim,” hardik Suryamin yang ketika itu terlihat sangat emosional.
Menyusul pengunduran diri Suryamin di tengah jalan, pengurus Persib akhirnya menunjuk Indra M. Thohir sebagai penggantinya. Inilah kejadian pertama kali pengurus Persib melakukan pergantian pelatih di tengah jalan sepanjang sejarah perjalanan LI.
Ditangani pelatih yang membawa Persib menjuarai LI I/1994-95, prestasi Persib secara perlahan mulai menanjak. Kendati demikian, hampir sepanjang kompetisi, bayang-bayang degradasi masih tetap menghantui Persib. Mulyana dan kawan-kawan baru bisa keluar dari ancaman degradasi dalam empat pertandingan terakhir.
Kemenangan dalam menahan PSP Padang 0-0 di Padang (18/5/00), Persib mencatat tiga pertandingan kandang secara beruntun yaitu dengan membekap Persijatim 2-0, (28/5/00), PSBL 3-0 (1/6/00) dan Indocement Cirebon 1-0 (8/6/00), sekaligus mengamankan tempat di Divisi Utama musim berikutnya. Di akhir kompetisi reguler Wilayah Barat, Persib berada di posisi 8 dengan nilai 32, hasil 8 kali menang, 8 seri dan 10 kali kalah.

Liga Indonesia 2001

Berhasil menyelamatkan Persib dari ancaman degradasi, Indra M. Thohir kembali dipercaya menangani “Maung Bandung” pada LI VII/2001. Untuk memperkuat skuadnya, Indra Thohir merekrut beberapa pemain anyar seperti Abdus Shobur, Luis Simoes, Nana Setia dan mantan pemain Pelita Jakarta. Yang sedikit menghebohkan, Indra Thohir juga memanggil kembali gelandang mungil, Yusuf Bachtiar yang sudah lama absen membela Persib.
Meski sempat mengundang pertanyaan di kalangan bobotoh, namun Thohir tetap pada keputusannya. Hasilnya, Persib kembali masuk ke jajaran elit sepak bola nasional setelah memastikan diri lolos ke babak “8 Besar”. Yaris Riyadi dan kawan-kawan lolos ke babak “8 Besar” setelah menempati peringkat ketiga klasemen akhir Wilayah Barat dengan catatan 15 kali menang, 2 seri dan 9 kali kalah.
Di babak “8 Besar” Persib bergabung di Grup A bersama tuan rumah PSMS Medan, Persebaya Surabaya dan Barito Putra. Bertanding di Stadion Teladan Medan, Persib sempat membuka harapan untuk lolos ke semifinal, ketika pada pertandingan pembuka, (26/9/01), membekap Barito Putra 2-1 lewat gol Mulyana dan Yaris Riyadi.
Namun, pada partai kedua, (28/9/01), Persib harus mengakui keunggulan tuan rumah PSMS Medan 0-1. Kekalahan itu membuat Persib harus menjalani partai hidup-mati melawan Persebaya yang juga mencatat hasil sekali menang 1-0 atas Barito Putra dan kalah 1-2 dari PSMS. Dalam pertandingan penentuan itu, baik Persib maupun Persebaya wajib meraih kemenangan untuk mendampingi PSMS lolos ke semifinal.
Tapi, dalam pertarungan yang berlangsung sengit, (30/9/01), Persib dan Persebaya bermain imbang 0-0 dalam waktu 2 x 45 menit. Karena sama-sama mengumpulkan nilai 4 dengan selisih gol yang sama 2-2, pertandingan terpaksa harus diselesaikan melalui perpanjangan waktu. Petaka buat Persib akhirnya datang pada menit 115, ketika Reinold Pieters menjebol gawang Persib yang dikawal Anwar Sanusi. Gol Reinald itu tak bisa disamakan hingga pertandingan usai dan Persib harus merelakan tempatnya di babak semifinal kepada Persebaya.
“Gol itu terasa sangat menyakitkan. Sebab, gol itu membuat kita gagal berangkat ke Senayan,” kenang penjaga gawang Persib, Anwar Sanusi.

Liga Indonesia 2002

Pada LI VIII/2002, gerakan regenerasi dilakukan pengurus terhadap jajaran pelatih. Indra M. Thohir yang mengantarkan Persib lolos ke babak “8 Besar” LI VII/2001 tidak dipertahankan. Sebagai gantinya, pengurus Persib menunjuk trio pelatih muda, Denny Syamsudin, Dedi Sutendi dan Lukas Tumbuan.
Berdasarkan prestasi Persib pada musim sebelumnya, untuk LI VIII/2002, pengurus Persib membebankan target kepada Denny Syamsudin yang bertindak sebagai pelatih kepala untuk lolos ke babak “8 Besar”. Untuk menopang target tersebut, Persib pun mendatangkan sejumlah pemain bintang seperti Ansyari Lubis, Budiman, Widiantoro, Heri Rafni Kotari dan Hari Saputra. Ketiga pemain tersebut melengkapi muka-muka lama macam Yaris Riyadi, Sujana, Ruhiat, Dadang Hidayat, Asep Dayat dan Suwita Pata.
Dengan materi pemain yang dimilikinya, Denny sebenarnya bisa melanjutkan tradisi yang dibuat Indra M. Thohir sebelumnya, yaitu tak pernah kalah di kandang sendiri. Dari 11 partai kandang yang dimainkannya, Persib mencatat rekor 8 kali menang dan 3 seri. Sayang, hasil mengesankan pada partai home itu berbanding terbalik dengan hasil-hasil di luar kandang. Kekalahan demi kekalahan yang dialami Persib pada pertandingan away membuat Persib terpuruk dan bahkan hantu degradasi mulai membayangi sejak pertengahan musim.
Persib baru bisa menghindarkan diri dari ancaman degradasi pada tanggal 5 Mei 2002, setelah mencatat kemenangan dengan “skor aneh” 5-0 atas tetangganya, Persikab Kab. Bandung di Stadion Siliwangi. Lima gol Persib yang disumbangkan Ansyari Lubis, Sujana (2 gol), Ruhiat dan Yaris Riyadi dengan mudah menjebol gawang Persikab yang dikawal kiper Jajang Sinar Surya.
Tuduhan adanya “main mata” pun mencuat. Pasalnya, ketika itu Persikab sudah dipastikan degradasi ke Divisi I menyusul hasil buruk sepanjang kompetisi. “Ketika itu, memang ada pembicaraan tingkat tinggi di antara para pengurus Persib dan Persikab untuk menyelamatkan Persib dari ancaman degradasi,” kata salah seorang pemain Persikab yang meminta namanya dirahasiakan. Meski sudah ada pengakuan dari kubu Persikab, namun tudingan tersebut tentu saja dibantah kubu Persib.
Setelah lepas dari ancaman degradasi, pada partai pamungkas, Persib akhirnya bisa menghindari rekor buruk tak pernah menang di kandang lawan. Pada tanggal 12 Mei 2002, dua gol Sujana dan Heri Rafni Kotari ke gawang PSBL Bandar Lampung di Stadion Pahoman, mengantarkan Persib untuk pertama kalinya mencatat kemenangan tandang. Persib mengakhiri LI VIII/2002 di peringkat ke-8 dari 12 kontestan Wilayah Barat dengan rekor sekali menang, 2 seri dan 8 kali kalah pada partai tandang.

Liga Indonesia 2003

Revolusi besar-besaran yang cenderung spekulatif dilakukan pengurus Persib pada LI IX/2003. Setelah delapan musim selalu mengandalkan pelatih dan pemain lokal, pengurus Persib melakukan langkah bersejarah dengan merekrut pelatih dan pemain asing. Terinspirasi kesuksesan pelatih asal Polandia, Marek Janota, yang melahirkan banyak bintang Persib di awal dekade 80-an, pada LI IX/2003, pengurus menunjuk Marek Andrejz Sledzianowski untuk menangani “””Maung Bandung”””.
Sejarah lain yang dibuat Persib pada LI IX/2003 adalah dibukanya keran bagi pemain asing. Marek yang pada awalnya diproyeksikan untuk menangani pemain Persib U-23 yang akan tampil di Pekan Olahraga Daerah (Porda) IX/2003 di Indramayu, memboyong pemain asing yang juga berasal dari Polandia. Kwartet Polandia, Mariusz Mucharski, Pawel Bocian, Piotr Orlinski dan Maciej Dolega menjadi pemain asing pertama yang berkostum Persib.
Tak ayal, kehadiran pelatih dan pemain asing di Persib telah memunculkan euforia kesuksesan di kalangan bobotoh. Seperti pada awal dekade 80-an, bobotoh berharap, era keemasan Persib bakal kembali. Mereka berharap, Marek Andrejz bisa kembali melahirkan banyak bintang baru seperti ketika Marek Janota memunculkan nama-nama seperti Robby Darwis, Adjat Sudradjat, Adeng Hudaya, Iwan Sunarya, Djafar Sidik, Bambang Sukowiyono dan pemain lain yang membuat Persib berkibar pada tahun 1986.
Tapi, harapan tinggal harapan. Keberanian Marek memasukan nama-nama pemain muda yang masih hijau seperti Yosef Nandang, Rahman F., Jaenal Abidin, Jaja Hidayat dan Eka Santika ternyata tak membuahkan hasil. Keputusan mendepak Yaris Riyadi, Suwita Pata, Cecep Supriatna, Sujana dan sejumlah pemain lain yang merupakan ikon Persib malah membawa Persib pada kehancuran. Pada masa “kepemimpinan” Marek, Persib mencatat sejarah paling kelam sepanjang sejarah; melewati 12 pertandingan beruntun tanpa kemenangan sekalipun!
Hasil buruk itu membuat kepanikan melanda Persib. Bobotoh yang kecewa dengan prestasi Dadang Hidayat dan kawan-kawan langsung berteriak; “Ganti Marek!”. Meski terkesan ragu, atas desakan bobotoh, setelah sempat melarang mendampingi tim dalam empat partai away melawan PSS Sleman, Persijatim Solo FC, Arema Malang dan Perseden Denpasar, pengurus dan manajemen tim akhirnya memecat Marek. Sebagai gantinya, untuk sementara pengurus mempercayakan kepada dua asisten Marek, Bambang Sukowiyono dan Iwan Sunarya.
Ketika duet Suko-Iwan menangani tim, pengurus dan manajemen tim sudah mendapatkan pengganti Marek. Dia adalah pelatih asal Cili, Juan Antonio Paez. Kendati sudah bergabung dengan tim, Paez belum terjun langsung. Ia hanya mendampingi tim sebagai Direktur Teknik yang bertugas memberikan masukan kepada duet pelatih Suko-Iwan. Baru setelah pengurus dan manajemen tim akhirnya mencopot Suko dan Iwan menjelang akhir putaran pertama, Paez mulai menangani tim secara langsung.
Setelah Suko dan Iwan dicopot, Paez praktis bekerja sendirian menangani tim. Dalam setengah putaran, Paez mengemban misi sulit; mengangkat Persib dari posisi paling buncit, sekaligus menyelamatkan diri dari ancaman degradasi. Setelah menunjuk Yaya Sunarya dan Kun Syanto sebagai asisten pelatih, Paez dan manajemen tim langsung mengambil langkah cepat dengan melakukan perombakan tim. Pemain-pemain yang dinilai tidak berguna dicoret dan digantikan dengan pemain anyar.
Kendati sempat menyisakan masalah menyangkut pembayaran sisa kontrak, manajemen tim akhirnya mencoret tiga pemain Polandia yang masih tersisa, Mariusz Mucharski, Piotr Orlinski dan Maciej Dolega di penghujung putaran pertama. Pemain lokal yang turut terdepak adalah Yosep Nandang, Jaja Hidayat, dan Rahman F. Sebagai gantinya, manajemen Persib mengimpor pemain asing baru asal Cili, Alejandro Tobar, Rodrigo Lemunao (kemudian dicoret lagi), Rodrigo Alejandro Sanhueza dan Claudio Lizama. Untuk pemain lokal, Paez merekrut pemain yang sudah jadi macam Marwal Iskandar, Suwandi H.S., Mulyono Geroda, dan penjaga gawang Agus Setiawan.
Dengan kekuatan baru, yang jauh berbeda dengan putaran pertama, Persib mulai bangkit. Setelah sempat tertatih-tatih di awal putaran kedua, Persib benar-benar bangkit memasuki bulan Juli. Setelah bermain imbang dengan PSS Sleman 1-1, Dadang Hidayat dan kawan-kawan membekap Persijatim Solo FC. Berikutnya, Persib membuat catatan tak terkalahkan dalam delapan partai selanjutnya, termasuk sukses menahan juara bertahan Petrokimia Putra dan mengalahkan Barito Putra di kandangnya.
Namun, akibat kekalahan 0-4 dari Persik Kediri dan 0-1 dari PSIS Semarang dalam dua partai terakhir, Persib gagal keluar dari zona degradasi. Persib mengakhiri kompetisi di peringkat ke-16 dari 20 tim yang mengikuti kompetisi satu wilayah. Kalau mengacu kepada aturan awal PSSI yang menyebutkan enam tim terbawah langsung terdegradasi, mestinya riwayat Persib di Divisi Utama sudah berakhir.
Beruntung buat Persib, pada pertengahan musim, PSSI sudah mengubah aturan tim yang terdegradasi dari 6 menjadi 4 tim. Dua tim yang menempati peringkat 15 dan 16 masih diberi kesempatan melalui babak play-off dengan peringkat dua tim Divisi II di Stadion Manahan Solo, untuk memperebutkan dua tiket di Divisi Utama. Ada kabar, diadakannya babak play-off ini merupakan salah satu upaya PSSI untuk menyelamatkan Persib dari ancaman degradasi. Isu tersebut tentu saja dibantah oleh Trie Goestoro, Sekjen PSSI ketika itu.
Setelah memainkan tiga partai play-off, Persib akhirnya selamat dari aib besar terlempar ke Divisi I seperti yang pernah terjadi pada tahun 1978. Persib lolos dari degradasi setelah mencatat kemenangan 1-0 atas Persela Lamongan dan PSIM Yogyakarta serta bermain imbang 4-4 dengan Perseden Denpasar.

Liga Indonesia 2004

Sukses menyelamatkan Persib dari ancaman degradasi di babak play-off, Juan Antonio Paez dianggap sebagai pahlawan oleh bobotoh. Meski sebagian pengurus tidak setuju dengan sebutan pahlawan, karena menilai lolosnya Persib dari degradasi berkat lobi mereka ke PSSI, namun Paez tetap dipercaya menangani Persib pada LI X/2004. Sebagian besar pemain yang dianggap berjasa menyelamatkan Persib pada LI IX/2003 pun tetap dipertahankan, termasuk Alejandro Tobar dan Claudio Lizama.
Untuk melengkapi lima kuota pemain asing, Paez mendatangkan striker haus gol asal PSIS Semarang, Julio Lopez, serta Angelo Andres Espinoza dan Adrian Colombo. Dari jajaran pemain lokal, manajemen Persib juga merekrut dua mantan pemain nasional, Alexander Pulalo dan Imran Nahumaruri. Selain itu, Persib pun memulangkan sejumlah ikon Persib yang sempat hengkang pada LI IX/2003 seperti Suwita Pata (PSS Sleman), Yaris Riyadi (Pelita KS) dan Cecep Supriatna (Persijatim Solo FC). Pemain binaan Persib lainnya yang berhasil dipulangkan adalah Usep Munandar, Deden Hermawan (Barito Putra), Erik Setiawan (Persebaya Surabaya) dan Andi Supendi (Persija Jakarta).
Berbeda dengan musim sebelumnya, kali ini materi pemain Persib dinilai sangat menjanjikan. Dengan format kompetisi satu wilayah, prestasi Persib mulai menanjak. Hantu degradasi yang selalu membayangi Persib dalam dua musim terakhir tidak lagi muncul. Meski tidak terlalu fantastis, Persib mulai bisa bersaing di papan atas lagi.
Namun, di tengah perjalanan, badai besar mulai menerpa kapal bernama Persib. Disertai berbagai intrik, sejumlah masalah mulai mencuat ke permukaan. Insiden mundurnya pelatih kiper, Boyke Adam dari tim menjadi awal munculnya gesekan antara Paez, pengurus dan manajemen tim Persib. Paez merasa, pencoretan Boyke merupakan intrik tingkat tinggi dalam upaya menjatuhkan dirinya.
Gesekan Paez dengan pengurus dan manajemen tim semakin meruncing, ketika Manajer H.M. Sanusi menyatakan mengundurkan diri menjelang putaran pertama berakhir. Alasan H. Uci, sapaan akrabnya, adalah kesibukannya. Tapi, sejumlah pemain dan ofisial tim Persib ketika itu mengakui kalau Paez dan H. Uci sempat terlibat “perang mulut” di Wisma Puri Asri, mes Persib pada malam sebelum pengunduran dirinya.
“Pada malam harinya (sebelum mundur), Paez dan H. Uci sempat dor dar di sini (Wisma Puri Asri). Ketika itu terdengar ada ancaman dari Paez, dia (Paez) yang mundur atau H. Uci,” kata salah seorang pilar Persib di LI X/2004.
Perseteruan terselubung di dalam tim membuat suasana tidak kondusif. Langkah Persib pun mulai limbung dihantam berbagai persoalan yang seharusnya tidak terjadi ketika prestasi tim sedang menanjak. Menjelang akhir putaran pertama, persoalan semakin meruncing ketika di luar dugaan Persib memulangkan Julio Lopez dan Adrian Colombo. Padahal, kinerja duet striker Persib itu pada putaran pertama sangat baik. Colombo dan Lopez merupakan pencetak gol tersubur dengan masing-masing 9 dan 7 gol. Ketika itu, Paez beralasan, pencoretan Colombo karena cedera yang dialaminya, sedangkan Lopez karena persoalan pribadinya.
Selain Colombo dan Lopez, Paez mendepak juga tiga pemain lainnya yaitu Andi Supendi, Dadang Sudradjat dan Angelo Andres Espinoza. Sebagai gantinya, Persib mendatangkan duet striker baru, Osvaldo Moreno (Paraguay) dan Cristian Molina (Cili). Mantan pemain Bandung Raya dan tim nasional, Nuralim, juga turut direkrut untuk memperkuat lini pertahanan.
Setelah itu, Paez sendiri sempat menyatakan mundur dari tim usai Persib mengalahkan Persipura Jayapura 1-0 di Stadion Siliwangi (8/8/04), karena merasa dirinya sudah tidak mendapat dukungan lagi dari pengurus. “Semuanya menyerang saya. Lebih baik saya mundur dari tim, demi kebaikan Persib,” kata Paez.
Namun, setelah diadakan pembicaraan tingkat tinggi di Hotel Grand Hyatt, pengurus meminta Paez untuk melanjutkan tugasnya, setidaknya hingga akhir musim. Paez memang melunak, tetapi karena kondisi tim sudah tidak kondusif, akibat terus diterpa berbagai persoalan dan intrik hampir di sepanjang musim, langkah Persib mulai gontai di putaran kedua. Beruntung, dalam situasi seperti itu, Persib mampu bertahan untuk mengakhiri kompetisi di peringkat keenam dengan nilai 49, hasi; 12 kali menang, 13 seri dan 9 kalah.
Sebenarnya, prestasi yang diraih Persib kali ini jauh lebih baik ketimbang musim sebelumnya. Sayang, prestasi lumayan itu tercoreng oleh rekor tak pernah menang dalam partai away. Sesuatu yang baru pertama kali terjadi sepanjang sejarah LI. Dari 17 partai tandang dimainkan, Persib hanya bisa meraih nilai 8, hasil dari 8 kali seri dan 9 kali kalah.

Liga Indonesia 2005

Kendati masih ingin menangani Persib pada LI XI/2005, Juan Antonio Paez akhirnya terdepak. Sebagai gantinya, pengurus kembali menunjuk pelatih lokal. Meski demikian, pelatih yang ditunjuk itu tetap muka lama. Dia adalah Indra M. Thohir, pelatih yang dianggap bertangan dingin karena sukses membawa Persib menjuarai LI I/1994-95 dan lolos ke babak “8 Besar” LI VII/1999-00.
Penunjukan Indra Thohir sebagai pelatih tidak terlepas dari harapan ia bisa kembali mengangkat prestasi Persib ke puncak tertinggi. Seperti halnya pengurus yang sudah rindu gelar juara, bobotoh pun punya harapan serupa. Mereka berharap, di bawah penanganan Thohir, setidaknya Persib bisa kembali lolos ke babak “8 Besar” yang menjadi simbol jajaran elit persepak bolaan nasional.
Di bawah penanganan Thohir dan Manajer Ir. Chandra Solehan, Persib nyaris tanpa gejolak. Kecuali isu munculnya gerakan “Asal Bukan Cili” yang membuat Paez dan dua pemain asal Cili, Alejandro Tobar, Claudio Lizama dan Cristian Molina terdepak, perubahan nama-nama pemain dalam skuad Persib tidak terlalu banyak diperdebatkan publik. Begitu juga ketika Alexander Pulalo, Imran Nahumaruri, Nuralim dan Suwandi H.S. memilih hengkang ke klub lain.
Dalam menyusun skuadnya, seperti di LI I dan LI VII, Thohir lebih percaya pada kekuatan lokal. Karena itu, muka-muka lama seperti Yaris Riyadi, Suwita Pata, Dadang Hidayat, Cecep Supriatna, Erik Setiawan, Usep Munandar, Deden Hermawan, Asep Dayat, Imral Usman dan Gilang Angga Kusuma dipertahankannya. Di luar itu, Thohir juga memulangkan Boy Jati Asmara (Persipura Jayapura), Eka Ramdani (Persijatim Solo FC), Aceng Juanda (PSS Sleman), Edi Hafid Murtado (Persitara Jakarta Utara) dan Cucu Hidayat (Persikad Depok) ke Bandung.
Untuk memperkuat materi pemain lokal yang dimilikinya, Thohir dan manajemen tim tetap mengoptimalkan kuota lima pemain asing dari PSSI. Setelah sempat membidik dua pemain tim nasional Singapura asal Nigeria, Itimi Dickson dan Agu Casmir, Persib akhirnya mendapatkan Antonio “Toyo” Claudio, Uilian Souza Da Silva (Brasil), Pradith Taweetchai (Thailand), Ekene Michael Ikenwa (Nigeria), dan Chioma Kingsley (Burkina Faso) yang masuk belakangan.
Dibantu duet asisten pelatih Bambang Sukowiyono dan Encas Tonif, Thohir mulai menyulap pasukannya menjadi tim yang disegani. Dengan filosofi simple football-nya, Thohir berhasil mempertahankan rekor tak terkalahkan dalam partai kandang yang dibuat Juan Antonio Paez pada musim sebelumnya. Hingga menjelang akhir kompetisi, Persib pun terus bersaing di papan atas Wilayah Barat dan bahkan nyaris lolos ke babak “8 Besar”.
Tapi, harapan bobotoh untuk melihat kembali Persib bertarung di babak “8 Besar” akhirnya harus sirna, ketika Persib harus kehilangan angka pada saat bermain imbang 1-1 dengan PSMS Medan di Stadion Siliwangi. Kegagalan Persib masuk ke jajaran elit nasional benar-benar musnah, ketika dalam dua pertandingan terakhir di kandang lawan dibekap Arema Malang 0-1 dan dinyatakan kalah walk over (WO) dari Persija Jakarta, karena Dadang Hidayat dan kawan-kawan tidak bisa hadir di Stadion Lebak Bulus gara-gara teror berlebihan The Jakmania. Akhirnya, Persib harus puas berada di peringkat kelima klasemen akhir Wilayah Barat dengan catatan 10 kali menang, 8 seri dan 8 kekalahan. Persib kalah bersaing dengan Persija Jakarta, Arema Malang, PSIS Semarang dan PSMS Medan yang akhirnya mewakili Wilayah Barat ke babak “8 Besar”.

Liga Indonesia 2006

Pada LI XII/2006, Risnandar Soendoro kembali naik tahta. Persis seperti sepuluh tahun sebelumnya, kali ini pun Risnandar menerima tongkat estafet kepelatihan Persib dari Indra M. Thohir. Sayang, prestasi Risnandar yang sempat membawa Persib lolos ke babak “12 Besar”, gagal terulang. Malahan, Risnandar harus mengalami nasib tragis, karena harus menanggalkan jabatannya sebagai pelatih, ketika baru memimpin Persib dalam dua pertandingan awal. Risnandar menorehkan rekor sebagai pelatih tersingkat yang menangani Persib, memecahkan catatan Suryamin di LI VI/1999-00.
Risnandar terpaksa harus mengundurkan diri karena desakan ribuan bobotoh yang melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran di Stadion Siliwangi, sesaat setelah Charis Yulianto dan kawan-kawan mengalami kekalahan kedua dari Persijap Jepara 0-1. Pada pertandingan pembuka LI XII di Stadion Siliwangi, Persib juga dibekap PSIS Semarang dengan skor 1-2.
Kendati sebelumnya sempat mengungkapkan bakal mundur jika Persib mengalami tiga kekalahan beruntun, namun Risnandar mengambil keputusan lebih cepat. “Demi kebaikan Persib, saya tidak harus menunggu hingga pertandingan ketiga,” kata pelatih yang juga mengalami hal yang sama ketika menangani Persikab Kab. Bandung di LI VI/1999-00.
Sebagai bentuk rasa tanggung jawab, keputusan mundur Risnandar juga diikuti asistennya, Encas Tonif. Untuk mengisi kekosongan pelatih saat menjalani pertandingan away di Medan dan Deli Serdang, untuk sementara pengurus Persib menunjuk pelatih Persib U-23, Djadjang Nurdjaman untuk mendampingi Dedi Sutendi, asisten pelatih Risnandar yang masih tetap berada di tim.
Setelah mengalami kekalahan 2-1 dari PSMS Medan dan 4-1 dari PSDS Deli Serdang, pengurus Persib akhirnya merekrut mantan pelatih Persija Jakarta, Arcan Iurie Anatolievici untuk melanjutkan tugas Risnandar. Sedangkan Djadjang dan Dedi dipercaya menjadi asistennya. Pengurus dan manajemen tim Persib berharap, pelatih asal Moldova yang sukses membawa Persija menjadi runner-up LI XI/2005.
Untuk memperkuat skuadnya, Iurie merekrut dua tambahan pemain asing yaitu penjaga gawang Kosin Hattahairathanakool (Thailand) dan striker Reduoane Barkaoui (Maroko). Dua legiun asing tersebut melengkapi tiga pemain asing yang dimiliki Persib sebelumnya yaitu Antonio Claudio (Brasil), Nipont Chanrawut dan Pradith Taweetchai (Thailand).
Di bawah penanganan Iurie, Persib yang memiliki materi pemain cukup bagus, langsung menggeliat. Pada pertandingan perdananya, Iurie sukses memberikan kemenangan, ketika membekap PSIM Yogyakarta 2-0 di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, lewat dua gol Zaenal Arief dan Gendut Doni Christiawan.
Euforia kebangkitan Persib terasa semakin kencang pada saat Persib memainkan dua partai kandang berikutnya. Meski dengan susah payah, Salim Alaydrus dan kawan-kawan membekap Arema Malang 1-0 dan Persekabpas Pasuruan 3-2. Pada pertandingan away, Persib pun berhasil menahan Persija Jakarta di Stadion Lebak Bulus dan Persikota Tangerang di Stadion Benteng.
Namun, memasuki partai keenamnya di bawah besutan Iurie, kinerja Persib kembali melorot. Bermain imbang tanpa gol dengan Sriwijaya FC. Dalam sebuah pertandingan tanpa penonton di lapangan Pusdikpom Cimahi. Kemenangan 1-0 atas Semen Padang melalui tendangan penalti Barkaoui pada pertandingan berikutnya mulai memunculkan keraguan banyak kalangan menyangkut kinerja Iurie. Dalam dua partai penutup putaran pertama, Persib juga dibekap Persita 2-1 dan Persitara Jakarta Utara 3-1.
Memasuki putaran kedua, Iurie memutuskan mendepak Pradith Taweetchai dan Nipont Chanarwut yang dinilai kurang memberikan kontribusi terhadap tim. Selain dua pemain Thailand itu, Boy Jati Asmara dan Anwarudin ikut hengkang karena gerah selalu diparkir di bangku cadangan. Sebagai gantinya, Iurie mendatangkan dua pemain asing baru, Brahima Traore dari Burkina Faso dan Ayouck Loius Berty dari Kamerun.
Namun, kehadiran dua pemain asing itu tidak membuat kinerja Persib meningkat. Malahan, Ayouck dan Brahima lebih banyak duduk di bangku cadangan karena sering dibekap cedera dan gagal bersaing dengan pemain lainnya. Dalam enam pertandingan awal putaran kedua, empat di antaranya partai kandang, Persib tak sekalipun mencatat kemenangan.
Akibat kegagalan meraih kemenangan dalam delapan partai secara berturut-turut, Persib langsung terjerembab ke posisi juru kunci. Meski sempat menang 2-1 atas Persikota Tangerang di Stadion Siliwangi, namun kekalahan 1-3 dari Arema dan 0-1 dari Persekabpas membuat Persib berada di ujung tanduk. Ancaman degradasi mulai nyata membayang di depan mata. Ketika itu, bobotoh dan publik sepak bola Bandung mulai pasrah menerima bencana besar itu.
“Sekarang, bobotoh sudah tahu kalau Persib elehan (kalah terus). Karena itu, kita sudah pasrah menerima kenyataan pahit Persib akan terdegradasi ke Divisi I. Meski demikian, kita tidak akan menarik dukungan terhadap Persib,” kata Heru Joko, Ketua Umum Viking Persib Fans Club.
Tapi, nasib baik kembali menaungi Persib. Pada tanggal 27 Mei 2006, gempa bumi mengguncang Yogyakarta dan sejumlah kota lain di Jawa Tengah. Akibat bencana tersebut, kota Yogyakarta porak-poranda. Dua tim Divisi Utama asal Yogyakarta, PSIM Yogyakarta dan PSS Sleman serta satu tim Divisi I, Persiban Bantul pun terkena dampaknya. Ketiga tim tersebut akhirnya menyatakan mundur dari kompetisi sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Yogyakarta yang dilanda bencana.
Sebagai bentuk keprihatinan dan rasa solidaritas, setelah melalui perdebatan sengit, PSSI dan Badan Liga Indonesia (BLI) akhirnya mengambil sebuah keputusan kontroversial dengan menghapuskan sistem degradasi pada LI XII/2006. Meski dengan malu-malu, keputusan PSSI dan BLI itu disambut senyum tipis kubu Persib. “Inilah yang namanya bencana membawa berkah,” kata Manajer Persib, Yossi Irianto.
Setelah keputusan itu diambil dan kompetisi berjalan tanpa tekanan, Persib akhirnya bisa keluar dari zona degradasi setelah mencatat hasil imbang 0-0 dengan Sriwijaya FC di Stadion Gelora Sriwijaya dan membekap Semen Padang 1-0 di Stadion H. Agus Salim. Meski ditutup dengan kekalahan 0-1 dari Persitara Jakarta Utara di Stadion Siliwangi, namun Persib mengakhiri kompetisi di peringkat 12 dari 14 tim di Wilayah Barat, atau satu strip di luar zona degradasi dengan catatan 7 kali menang, 8 seri dan 11 kali kalah.

Liga Indonesia 2007

Kendati dianggap gagal, namun duet pelatih Arcan Iurie Anatolievici dan Manajer Yossi Irianto tetap dipercaya pengurus Persib untuk melanjutkan tugasnya di LI XIII/2007. Tidak mau mengulangi kesalahan yang dilakukan pada musim sebelumnya, terutama dalah hal rekrutmen pemain, Yossi dan Iurie langsung melakukan perburuan pemain yang mereka nilai berkualitas dan bakal mendukung target juara yang dibebankan Ketua Umum Persib, Dada Rosada.
Dari jajaran pemain asing, Persib merekrut Nyeck Nyobe Georges Clement (Kamerun), Patricio Jimenez Diaz, Lorenzo Cabanas (Cili) dan Christian Bekamenga (Kamerun). Keempat pemain itu bergabung dengan Reduoane Barkaoui yang menjadi satu-satunya pemain asing yang dipertahankan. Untuk deretan pemain lokal, Persib memboyong Tema Mursadat (Persikota Tangerang), Nova Arianto (Persebaya Surabaya), Sonny Kurniawan (Persija Jakarta), Bayu Sutha (Persema Malang) dan memulangkan Suwita Pata dari PSIS Semarang serta Aji Nurpijal dari Mitra Kukar.
Kendati demikian, sebagian besar pemain yang memperkuat Persib pada LI XII/2006 tetap dipertahankan. Mereka adalah Cecep Supriatna, Edi Kurnia (kiper), Edi Hafid Murtado, Gilang Angga Kusuma, Cucu Hidayat, Dicky Firasat, Yaris Riyadi, Eka Ramdani, Erik Setiawan, Salim Alaydrus dan Zaenal Arief. Namun, Persib gagal mempertahankan Usep Munandar yang memilih hengkang ke PSMS Medan. Sedangkan Charis Yulianto, Gendut Dony Christiawan, Try Sutrisno, Deden Hermawan, Enjang Ruhiman, Andi Hidayat, Angga Syatari, Antonio Claudio, Ayouck Louis Berty, dan Brahima Traore didepak karena dinilai tidak memberikan kontribusi positif buat tim.
Dengan materi pemain yang dimilikinya, Yossi langsung mencanangkan target kencang. Juara Liga Indonesia sekaligus mengulang prestasi emas “”Maung Bandung”” di pentas sepak bola nasional.“Saya tidak mau terperosok dua kali di lubang yang sama. Kegagalan musim lalu menjadi cambuk untuk menorehkan prestasi pada musim ini,” katanya.
Untuk mewujudkan ambisinya, Yossi langsung melakukan skenario besar yang harus dijalani timnya. Baik dari sisi teknis maupun nonteknis, semuanya digarap serius. Targetnya jelas, memuluskan langkah Persib menuju tahta juara. Gayungpun bersambut. Prestasi Persib berkibar deras. Di kandang prestasinya mewangi. Di partai tandang langkah jagoan Bandung sulit dibendung.
Hasilnya fantastis. Sejak kompetisi digelar, Persib selalu berada di posisi empat besar. Posisinya yang memungkinkan sebuah tim berkesempatan mencicipi gelar juara musim kompetisi tahun ini. Posisi yang makin mendekatkan “”Maung Bandung”” menuju tahta juara. Setelah musim-musim sebelumnya hanya jadi tim penggembira di hajatan sepak bola nasional.
“Kami memang sudah lama merindukan prestasi manis. Menjejaki langkah para senior kami yang sudah pernah mencium tropi Presiden. Musim ini, dengan berserinya prestasi tim, semoga harapan yang terus bertalu di dada bisa kesampaian,” damba Eka Ramdani, gelandang elegan Persib.
Akankah kapal Persib sampai ke Tanjung harapan di akhir musim kompetisi nanti? Kita semua mesti menunggu. Kompetisi Liga Indonesia musim ini banyak melahirkan kejutan. Tidak ada lagi tim yang paling berpeluang menjadi pemuncak kejuaraan. Semuanya punya kemampuan teknis setara dan sama-sama berpeluang jadi juara.
Tidak jumawa lebih bijak ketimbang mengobral optimisme tanpa batas. Pasalnya, semua tim ingin memcatatkan dirinya sebagai tim terakhir yang melabuhkan trofi Presiden, sebelum kompetisi berganti baju menjadi Liga Super. Dengan menjadi juara, namanya bakal tercatat indah dalam buku besar sejarah sepak bola nasional.
“Kami memang sudah menorehkan hasil yang membanggakan. terus bertahan di posisi empat besar sejak kompetisi digulirkan. Tapi, kompetisi masih panjang. Pemain tidak boleh puas dengan hasil yang sudah diraih. Untuk sampai ke tangga juara, masih banyak jalan terjal yang harus dilalui,” tegas Yossi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik