tenis untuk kaum disabilitas

Written By iqbal_editing on Minggu, 16 Oktober 2016 | 23.58

Tenis untuk penyandang cacat tingkat internasional pertama kali diadakan di Roland Garros, tepatnya dimulai tahun 2004. Meskipun baru berusia 6 tahun, tetapi level pertandingan para pemain di lapangan merah ini sudah tinggi.

Para petenis penyandang cacat ini bermain dengan menggunakan kursi roda yang dirancang khusus untuk bermain tenis. Serukah? Bukan hanya, seru tapi juga mencengangkan! Bayangkan bagaimana mereka begitu cepat melakukan gerakan dalam mengejar bola, sementara tangan mereka harus mengayuh roda kemudian sudah harus siap memukul bola. Konsentrasi yang memukau!

Mereka pun memiliki peringkat dalam dunia tenis. Petenis nomor 1 dunia penyadang cacat berasal dari Jepang yaitu Shingo Kunieda. Dia 4 kali meraih gelar juara di Australia Terbuka dan Perancis Terbuka, termasuk kemenangannya di sini pada Jumat (4/6/10) siang, 2 kali juara di AS Terbuka, sebagai pemenang pertama sebanyak 3  kali di ajang Olimpiade. Selain itu, kejuaraan lainnya sebagai pemain ganda di grand slam juga lebih dari 3 kali. Suatu prestasi yang sangat gemilang.

Saya melihat pertandingan final tunggal pria dan wanita hingga ganda pria dan wanita. Kecepatan cara mereka berputar, melakukan pukulan tajam dan kerja sama antara pemain untuk pertandingan ganda, merupakan suatu tontonan yang sangat menarik dan menjadi ajang tanding yang patut lebih disoroti dalam dunia tenis.

Apakah peraturan bagi tenis penyandang cacat sama dengan tenis normal? Semuanya hampir sama, hanya bedanya bola tenis boleh memantul hingga dua kali sebelum dipukul pemain. Ini tentu saja normal, mengingat kecepatan kursi roda tidaklah sama dengan kaki pemain normal. Perbedaan kedua yaitu, berlangsung 2 set untuk setiap pertandingan dan tidak ada istilah advantage saat score kedua pemain sama yaitu 40-40. 

Saya berhasil mewawancari Kunieda usai pernyerahan trofi. Pertanyaan saya pertama adalah mengapa memilih tenis? Jawabnya sangat mengejutkan, karena sebelumnya dia sangat membenci tenis, dan sang ibulah yang menyuruhnya bermain tenis sejak dirinya berusia 4 tahun. Pada umur 9 tahun, dirinya dinyatakan mengidap penyakit kanker tulang punggung yang menyebabkan dia lumpuh. 

Namun kegigihan sang ibu agar dirinya melakukan olahraga tenis, yang bisa menguatkan otot tangannya malah membawanya kini menjadi peringkat pertama dunia. Dan dirinya menjadi terkenal di negaranya, nama serta fotonya sering termuat dalam berbagai media massa, bahkan berbagai produk iklan dibintanginya. 

Saya tanyakan apa yang membuatnya dapat bertahan menjadi juara dalam setiap grand slam? 

"Resep saya adalah, setiap kali bermain tak pernah memikirkan masalah peringkat pemain. Bagi saya bagaimana di setiap pertandingan permainan saya bisa selalu berkembang dengan baik hingga dalam setiap pertandingan saya berusaha untuk menikmatinya. Tak ada beban, membuat badan saya menjadi rileks dan itu sangat membantu agar otot-otot saya bisa melakukan gerakan dengan baik."

Menurut Kunieda, olahraga tenis bagi peyandang cacat saat ini mulai sangat dikenal di negaranya, bahkan tambahnya sambil menyelidik, yayasan penyadang cacat internasional melakukan gerakan berupa bantuan serta sarana bagi para penyandang cacat di Indonesia yang kabarnya berjalan sangat baik. "Anda tentu tahu soal itu bukan?" tanyanya sambil tersenyum.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik