nutrisi atlet renang

Written By iqbal_editing on Senin, 17 Oktober 2016 | 01.07

Stamina merupakan salah satu factor penting dalam menunjang prestasi atlet. Stamina atlet yang baik akan diperoleh apabila mengonsumsi gizi sesuai dengan kebutuhan baik pada saat latihan maupun pada saat latihan.
Makalah pedoman gizi bagi perenang ini ditujukan kepada para atlet yang bersangkutan juga ditujukan bagi para Pembina olahraga, orang tua atlet dan pelatih olahraga khususnya olahraga renang agar mereka dapat memahami peranan gizi untuk meningkatkan prestasi perenang.
Materi gizi yang terdapat pada makalah ini menjelaskan pemenuhan gizi pada olahraga, pro-kontra carbohydrate loading, kebutuhan protein untuk prestasi, penggunaan lemak dalam berolahraga, kebutuhan air dan elektrolit dalam berolahraga, kebutuhan makanan sesudah dan sebelum bertanding, dan memilih makanan yang tepat dalam perjalanan (travelling).
Dengan berpedoman pada hal-hal tersebut diharapkan para perenang dapat memperoleh prestasi maksimal dan tentunya sangat bergantung kepada peran orang tua perenang untuk terus-menerus melaksanakan dan memantau kebutuhan dan perkembangan gizi bagi perenang.
Penganekaragaman makanan sehari dirumah juga sangat menentukan terhadap selera (psykologis) perenang dimana kesalahan yang sering terjadi adalah bukan kadar gizinya yang kurang tetapi selera makan si perenang diakibatkan kurangnya penganakaragaman jenis makanan dan pola makan.
Unsur – unsur  kimia yang diperlukan oleh tubuh manusia, jumlahnya tidak kurang dari 40 macam semunya di penuhi  oleh keenam golongan makanan / nutrien ialah :
  1. Karbohidrat/hidrat arang
  2. Lemak
  3. Protein/putih telur
  1. Zat-zat mineral/garam-garam
  2. Vitamin-vitamin
  3. Air
Disamping keenam golongan zat makanan itu, zat asam/oksigen (O2) diperlukan pula. Zat ini didapatkan dari udara sewaktu kita bernafas.
Karbohidrat
Gula dalam darah
Glikogen nasi                                      glikogen otot
Asam laktat                                         asam priyufat
Energ                                                   siklus krebs
CO2 H2O
(prof. poerwo soedarmo & dr. A. djaeni sediaoetama: 1987)
PEMBAHASAN

A. PENGATURAN MAKAN PADA ATLET RENANG
Seorang atlet setiap hari harus memperhatikan kondisi fisiknya agar dapat tampil secara prima dalam setiap pertandingan. Dalam proses latihan dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi dalam bidang olahraga maka pengaturan makan yang optimal harus mendapat perhatian dari setiap orang yang terlibat.
Pada periode persiapan di pemusatan latihan, periode pertandingan maupun periode pemulihan makan pada atlet harus diatur sedemikian rupa sehingga mampu meningkatkan kondisi fisik. Seorang atlet yang mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang secara terencana akan berada pada status gizi baik dan mampu mempertahankan kondisi fisik secara prima.
Makanan yang memenuhi gizi seimbang memegang peranan penting untuk atlet yang ingin berprestasi maksimal dalam suatu pertandingan. Bahkan dengan kombinasi yang baik dari bakat atlet serta teknik latihan dan pelatih terbaik, makanan yang tidak memenuhi syarat dan gizi tidak seimbang tidak mungkin berprestasi secara maksimal.
Makanan dengan gizi seimbang adalah makanan yang mengandung jumlah kalori dengan proporsi sebagai berikut:
60 – 70% karbohidrat;
10 – 15% protein;
20 – 25% lemak, serta;
cukup vitamin, mineral dan air.
Dalam pembinaan prestasi dikenal periodisasi penyelengggaraan latihan sebagai berikut:
1. Periode persiapan pertandingan;
2. Periode pertandingan;
3. Periode pemulihan/transisi.
  1. 1. Periode Persiapan Pertandiangan
Sebelum mulai dengan latihan, atlet harus berada dalam kondisi fisik yang baik. Oleh karena itu atlet dikembangkan fisiknya agar siap menghadapi latihan berat dan intensif. Pada periode persiapan, program-program latihan disusun dalam jadwal latihan harian sesuai dengan “peak” [puncak prestasi] yang diharapkan.
Pada awalnya dikenal tahap persiapan umum dimana dilakukan perbaikan keadaan umum kesehatan, status gizi dan semua unsur kesegaran jasmani. Setelah tahap persiapan umum dilanjutkan dengan tahap persiapan khusus. Pada tahap ini kondisi fisik tetap dipertahankan, latihan fisik diarahkan pada pengembangan fisik disesuaikan dengan cabang olahraga yang diikuti. Pada periode ini penyediaan makanan harus benar-benar dapat memenuhi kuantitas dan kualitas gizi yang baik yaitu jumlah energi dan komposisi gizi seimbang, karena pada masa ini status gizi dan kesehatan atlet harus berada dalam kondisi yang baik.
Atlet dikondisikan pada pola makan yang baik. Waktu makan utama dan makan selingan dibuat jadwal yang sesuai dengan jadwal latihan agar tidak mengganggu latihan. Jadwal waktu makan yang sudah disepakati harus ditaati oleh semua pihak yang terlibat. Pola makan 5-6 kali sehari dengan 3 kali waktu makan utama disertai selingan bisa digunakan oleh atlet selama di pelatnas.
  1. 2. Periode Pertandingan
Memasuki tahap pertandingan baik kondisi fisik dan mental sudah mencapai kondisi yang sebaik-baiknya. Pada masa pertandingan, seluruh aktifitas atlet difokuskan pada kegiatan pertandingan yang tahapnya dapat berlangsung satu hari sampai kegiatan beberapa hari berturut-turut.
  1. 3. Periode Pemulihan Atlet
Pada periode ini atlet harus tetap mempersiapkan kondisi fisik secara prima dengan latihan-latihan yang sesuai. Pengaturan makanan pada periode pemulihan ditujukan untuk mempertahanakan status gizi. Makanan harus tetap memenuhi gizi seimbang [“well balance diet”]. Jumlah masukan makanan harus disesuaikan dengan aktifitas sehari-hari.
Makanan yang dikonsumsi atlet harus tetap mengikuti pola makan seperti di pemusatan latihan. Pola makan 5 – 6 kali sehari dengan tiga kali waktu makan utama dan jadwal waktu makan yang tepat harus tetap dijalankan oleh atlet di tempatnya masing-masing. Pemantauan status gizi secara rutin harus tetap dilaksanakan terutama untuk mengontrol berat badan. Atlet harus melakukan penimbangan badan setiap hari untuk mengetahui keadaan berat badan.
Periode pemulihan termasuk waktu diantara 2 pertandingan misalnya pukul 08.00 pagi atlet mengikuti renang 50 m gaya bebas, kemudian pada pukul 10.00 mengikuti renang 100 m gaya kupu-kupu.

B. Kebutuhan Energi

Gerakan tubuh saat melakukan olahraga dapat terjadi karena otot berkontraksi. Olahraga aerobik dan anaerobik, keduanya memerlukan asupan energi. Namun, penetapan kebutuhan energi secara tepat tidak sederhana dan sangat sulit. Perkembangan ilmu pengetahuan sekarang hanya dapat menghitung kebutuhan energi berdasarkan energi yang dikeluarkan.
Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi. Komponen-komponen tersebut yaitu basal metabolic rate (BMR), specific dynamic action (SDA), aktifitas fisik dan faktor pertumbuhan.
  1. a. Basal Metabolisme
Metabolisme  basal adalah banyaknya energi yang dipakai untuk aktifitas jaringan tubuh sewaktu istirahat jasmani dan rohani. Energi tersebut dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital tubuh berupa metabolisme makanan, sekresi enzim, sekresi hormon, maupun berupa denyut jantung, bernafas, pemeliharaan tonus otot, dan pengaturan suhu tubuh.
Metabolisme basal ditentukan dalam keadaan individu istirahat  fisik dan mental yang sempurna. Pengukuran metabolisme basal dilakukan dalam ruangan bersuhu nyaman setelah puasa 12 sampai 14 jam (keadaan postabsorptive). Sebenarnya taraf metabolisme basal ini tidak benar-benar basal. Taraf metabolisme pada waktu tidur ternyata lebih rendah dari pada taraf metabolisme basal, oleh karena selama tidur otot-otot terelaksasi lebih sempurna. Apa yang dimaksud basal disini ialah suatu kumpulan syarat standar yang telah diterima dan diketahui secara luas.
Metabolisme basal dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu jenis kelamin, usia, ukuran dan komposisi tubuh, faktor pertumbuhan. Metabolisme basal juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan keadaan emosi atau stres.
Orang dengan berat badan yang besar dan proporsi lemak yang sedikit mempunyai Metabolisme basal lebih besar dibanding dengan orang yang mempunyai berat badan yang besar tapi proporsi lemak yang besar. Demikian pula, orang dengan berat badan yang besar dan proporsi lemak yang sedikit mempunyai Metabolisme basal yang lebih besar dibanding dengan orang yang mempunyai berat badan kecil dan proporsi lemak sedikit.
Metabolisme basal seorang laki-laki lebih tinggi dibanding dengan wanita. Umur juga mempengaruhi metabolisme basal dimana umur yang lebih muda mempunyai metabolisme basal lebih besar dibanding yang lebih tua. Rasa gelisah dan ketegangan, misalnya saat  bertanding menghasilkan metabolisme basal 5% sampai 10% lebih besar. Hal ini terjadi karena sekresi hormon epinefrin yang meningkat, demikian pula tonus otot meningkat.

Tabel 1. BMR untuk laki-laki berdasarkan berat badan

Jenis kelamin Berat badan (kg) 10 – 18 th Energi(kalori) 18 – 30 th 30 – 60 th
Laki-laki 55 1625 1514 1499

60 1713 1589 1556

65 1801 1664 1613

70 1889 1739 1670

75 1977 1814 1727

80 2065 1889 1785

85 2154 1964 1842

90 2242 2039 1899

Tabel 2. BMR untuk perempuan berdasarkan berat badan

Jenis kelamin Berat badan (kg) 10 – 18 th Energi(kalori) 18 – 30 th 30 – 60 th
Perempuan 40 1224 1075 1167

45 1291 1149 1207

50 1357 1223 1248

55 1424 1296 1288

60 1491 1370 1329

65 1557 1444 1369

70 1624 1516 1410

75 1691 1592 1450
  1. b. Specific Dynamic Action
Bila seseorang dalam keadaan basal mengkonsumsi makanan maka akan terlihat peningkatan produksi panas. Produksi panas yang meningkat dimulai satu jam setelah pemasukan makanan, mencapai maksimum pada jam ketiga, dan dipertahankan diatas taraf basal selama 6 jam atau lebih. Kenaikan produksi panas diatas metabolisme basal yang disebabkan oleh makanan disebut specific dynamic action.
Specific dynamic action adalah penggunaan energi sebagai akibat dari makanan itu sendiri. Energi tersebut digunakan untuk mengolah makanan dalam tubuh, yaitu pencernaan makanan, dan penyerapan zat gizi, serta transportasi zat gizi.
Specific dynamic action dari tiap makanan atau lebih tepatnya zat gizi berbeda-beda. Specific dynamic action untuk protein berbeda dengan karbohidrat, demikian pula untuk lemak. Akan tetapi specific dynamic action dari campuran makanan besarnya kira-kira 10% dari besarnya basal metabolisme.
  1. c. Aktifitas fisik
Setiap aktifitas fisik memerlukan energi untuk bergerak. Aktifitas fisik berupa aktifitas rutin sehari-hari, misalnya membaca, pergi ke sekolah, bekerja sebagai karyawati kantor. Besarnya energi yang digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan lamanya aktifitas fisik.
Tabel 3 : Faktor aktifitas fisik (perkalian dengan BMR)
Tingkat aktifitas Laki-laki Perempuan
Istirahat di tempat tidur 1,2 1,2
Kerja sangat ringan 1,4 1,4
Kerja ringan 1,5 1,5
Kerja ringan – sedang 1,7 1,6
Kerja sedang 1,8 1,7
Kerja berat 2,1 1,8
Kerja berat sekali 2,3 2,0
Setiap aktifitas olahraga memerlukan energi untuk kontraksi otot. Olahraga dapat berupa olahraga aerobik maupun olahraga anaerobik. Besarnya energi yang digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan lamanya aktifitas olahraga.
Tabel 4.Kebutuhan energi berdasarkan aktifitas olahraga (kal/mnt)
Aktifitas Olahraga
Berat Badan (kg)


50 60 70 80 90
Renang : – gaya bebas 8 10 11 12 14
– gaya punggung 9 10 12 13 15
– gaya dada 8 10 11 13 15












Pertumbuhan
Anak dan remaja mengalami pertumbuhan sehingga memerlukan penambahan energi. Energi tambahan dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang baru dan jaringan tubuh.
Tabel 5. Kebutuhan energi untuk pertumbuhan (kalori/hari)
Jenis kelamin anak Umur Tambahan energy



Anak laki-laki dan 10 – 14 tahun 2 kalori/kg berat badan
Perempuan 15 tahun 1 kalori/kg berat badan

16 – 18 tahun 0,5 kalori/kg berat badan

  1. 1. Cara Menghitung Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi dapat dihitung berdasarkan komponen-komponen penggunaan energi. Berdasarkan komponen-komponen tersebut, terdapat 6 langkah dalam menghitung kebutuhan energi untuk setiap atlet.
Langkah 1
Tentukan status gizi atlet dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT) dan presentase lemak tubuh. Indeks massa tubuh merupakan pembagian berat badan dalam kg oleh tinggi badan dalam satuan meter dikwadratkan. Sedangkan presentase lemak tubuh yaitu perbandingan antara lemak tubuh dengan masa tubuh tanpa lemak. Pengukuran lemak tubuh dilakukan dengan menggunakan alat skinfold caliper pada daerah trisep dan subskapula.
Langkah 2
Tentukan basal metabolic rate (BMR) yang sesuai dengan jenis kelamin, umur dan berat badan. Caranya menentukan BMR dengan melihat tabel 1 atau tabel 2.
Tambahkan BMR dengan specific dynamic action (SDA) yang besarnya 10% BMR, BMR + SDA (10% BMR)



Langkah 3
Aktifitas fisik setiap hari ditentukan tingkatnya. Kemudian, hitung besarnya energi untuk aktifitas fisik tersebut (tanpa kegiatan olahraga). Pilihlah tingkat aktifitas fisik yang sesuai, baik untuk perhitungan aktifitas total maupun perhitungan aktifitas fisik yang terpisah dan jumlahkan. Gunakan

Langkah 4
Kalikan faktor aktifitas fisik dengan BMR yang telah ditambah SDA

Langkah 5
Tentukan penggunaan energi sesuai dengan latihan atau pertandingan olahraga dengan menggunakan tabel 4. Kalikan jumlah jam yang digunakan untuk latihan per minggu dengan besar energi yang dikeluarkan untuk aktifitas olahraga. Total energi yang didapatkan dari perhitungan energi dalam seminggu, kemudian dibagi dengan 7 untuk mendapatkan penggunaan energi yang dikeluarkan per hari. Tambahkan besarnya penggunaan energi ini dengan besarnya energi yang didapatkan dari perhitungan langkah 4.
Langkah 6
Apabila atlet tersebut masih dalam usia pertumbuhan, maka tambahkan kebutuhan energi sesuai dengan tabel 5
(dr. achmad farich, MM )

2. Mekanisme Penyediaan Dan Penggunaan Karbohidrat Selama Latihan

Produksi adenosine triphosphate (ATP) selama kerja otot yang intensif tergantung dari ketersediaan glikogen otot dan glukosa darah. Aktifitas fisik yang ringan mungkin dapat dihasilkan dengan sumber karbohidrat yang rendah. Namun tidak mungkin memenuhi kebutuhan ATP dan untuk mempertahankan tekanan kontraktil yang dibutuhkan otot untuk penampilan fisik yang lebih tinggi jika sumber energi ini habis.
Jaringan otot merupakan simpanan glikogen yang utama (400 g; 6,7 MJ), kemudian hati (70 g; 1,2 MJ) dan glukosa darah (2,5 g; 342 kJ). Jumlah ini dapat bervariasi diantara individu, dan tergantung faktor seperti intake atau asupan makanan. Walaupun karbohidrat bukan satu-satunya sumber energi, namun karbohidrat lebih dibutuhkan sebagai sumber energi otot untuk aktifitas fisik yang tinggi.
Kandungan glikogen otot pada individu yang tidak terlatih diperkirakan 70-110 mmol/kg berat otot. Di lain pihak atlet endurance yang terlatih dengan diet campuran dengan istirahat sehari, mungkin mempunyai kandungan glikogen otot 130-230 mmol/kg berat otot.
Penggunaan glikogen otot selama aktifitas fisik dipengaruhi berbagai faktor, misalnya intensitas latihan (latihan dengan intensitas tinggi, penggunaan glikogen meningkat), diet sebelum latihan (semakin tinggi simpanan glikogen, semakin lama atlet dapat melakukan latihan). Diet tinggi karbohidrat selama 3 hari menghasilkan simpanan glikogen sebanyak 200 mmol/kg berat otot, dengan lama latihan 170 menit.
Simpanan glikogen hati memainkan peranan yang penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah selama masa istirahat (diantara waktu makan utama) dan selama latihan. Kadar glikogen hati dapat habis selama masa puasa yang lama (15 jam) dan dapat menyimpan 490 mmol glikogen dengan diet campuran sampai 60 mmol glikogen dengan diet rendah karbohidrat. Konsumsi makanan tinggi karbohidrat dapat meningkatkan glikogen kurang lebih 900 mmol. Namun karena simpanan glikogen hati ini sifatnya labil, disarankan agar latihan yang lama dilakukan 1-4 jam setelah makan makanan sumber karbohidrat yang terakhir. Jika latihan yang lama dilakukan pada pagi hari setelah puasa semalam, maka diet tinggi karbohidrat harus dikonsumsi pada tengah malam.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Simpanan Glikogen Otot

Jumlah karbohidrat
Berdasarkan berbagai penelitian terlihat bahwa kecepatan simpanan glikogen yang maksimal terjadi ketika 0,7-1,0 g/kg BB karbohidrat dikonsumsi setiap 2 jam pada tahap awal proses pemulihan, atau total asupan karbohidrat 8-10 g/kg BB/24 jam. Jumlah karbohidrat ini dapat digambarkan dengan asupan karbohidrat 500-800 g/hari untuk rata-rata atlit atau dalam presentase 65-70% dari total energi untuk atlet dengan latihan yang berat.
Besarnya pengosongan glikogen
Kecepatan simpanan glikogen paling besar terjadi pada jam-jam pertama masa pemulihan setelah latihan, ketika pengosongan otot terjadi maksimal dibandingkan jika pengosongan otot hanya sedikit.

Waktu konsumsi karbohidrat
Kegagalan mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat segera pada tahap pemulihan akan menghambat penyimpanan glikogen. Hal ini disebabkan kegagalan mengambil keuntungan waktu peningkatan sintesa glikogen langsung setelah latihan dihentikan, serta karena penundaan penyediaan makanan bagi sel otot. Hal ini penting ketika waktu antar latihan hanya 6-8 jam, namun sedikit efeknya jika waktu pemulihan lebih lama (24-48 jam). Sintesa glikogen tidak dipengaruhi oleh frekuensi makan (porsi kecil tapi sering atau porsi besar sekaligus). Atlet disarankan untuk memilih jadwal makan yang praktis dan nyaman; porsi kecil tapi sering mungkin bermanfaat untuk mengatasi problem makan makanan tinggi karbohidrat yang volumenya besar (“Bulky”).
Jenis karbohidrat
Pemberian makanan sumber glukosa dan sukrosa setelah latihan yang lama menghasilkan pemulihan glikogen otot yang sama, sedangkan fruktosa menghasilkan simpanan yang lebih rendah. Penelitian menunjukkan pada 24 jam pertama karbohidrat sederhana dan komplek menghasilkan simpanan glikogen yang sama, kemudian pada 24 jam berikutnya intake karbohidrat komplek menghasilkan simpanan glikogen yang lebih banyak. Penelitian lain memperlihatkan bahwa konsumsi karbohidrat sederhana akan meningkatkan simpanan glikogen pada 6 jam setelah latihan. Sebagai tambahan penelitian oleh Burke (1993) memperlihatkan bahwa diet dengan indeks glikemik yang tinggi akan meningkatkan simpanan glikogen pada 24 jam pemulihan setelah latihan berat, dibandingkan dengan pemberian diet dengan indeks glikemik yang rendah. Klasifikasi karbohidrat sederhana dan komplek tidak sama dengan makanan yang indeks glikemiknya tinggi dan rendah. Ada karbohidrat komplek yang indeks glikemiknya tinggi misal kentang, roti. Dilain pihak karbohidrat sederhana misal fruktosa indeks glikemiknya rendah. Pada prinsipnya simpanan glikogen otot mencapai yang terbaik jika mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat yang menghasilkan glukosa yang cukup cepat pada aliran darah.

4. Faktor Yang Mempengaruhi Simpanan Glikogen Hati

Waktu makan makanan sumber karbohidrat
Puasa semalam dapat menurunkan simpanan glikogen hati dan mempengaruhi penampilan atlet jika latihan dilakukan dalam waktu lama. Untuk menjamin tingginya simpanan glikogen hati untuk menjalani latihan tsb, dianjurkan makanan terakhir dimakan tidak lebih dari 2-6 jam sebelum latihan. Hal ini mungkin tidak praktis untuk atlet yang akan latihan pada pagi dini hari. Pada kasus ini makanan terakhir yang dimakan malam sebelumnya sebaiknya mengandung banyak karbohidrat.
Jenis karbohidrat
Konsumsi makanan yang mengandung fruktosa akan meningkatkan kecepatan sintesa glikogen hati dibandingkan dengan glukosa. Oleh karena itu untuk memaksimalkan simpanan glikogen hati, makanan yang tinggi fruktosa (buah, jus buah) harus termasuk di dalam diet selama masa pemulihan.

5. Karbohidrat Dan Persiapan Pertandingan

Pada jenis olahraga “Endurance” (daya tahan) dengan intensitas yang tinggi seperti maraton, triatlon dan cross country sangat membutuhkan simpanan glikogen daripada olahraga “Non-endurance” dimana intensitasnya rendah, atau tinggi hanya untuk waktu yang pendek misalnya senam, ski, lari jarak pendek, sepakbola, bolabasket.
Simpanan glikogen yang normal cukup atau adekuat untuk olahraga non endurance. Hal ini dapat dicapai dengan mengkonsumsi secara teratur diet tinggi karbohidrat (7-10 g CHO/kg BB/hari atau 55-70% CHO dari total energi), kemudian dilanjutkan mengurangi latihan dan meningkatkan konsumsi karbohidrat 10 g/kg BB/hari 24-36 jam sebelum bertanding. Sayangnya kebiasaan makan atlet tidak dapat memenuhi asupan CHO ini, sehingga simpanan glikogen menjadi rendah.
Pada olahraga non endurance yang dapat digambarkan dengan lama latihan terus menerus < 60-80 menit, simpanan glikogen dapat dicapai dengan cara di atas. Namun untuk olahraga endurance (>90 menit) dan ultra endurance (> 4 jam), simpanan glikogen yang normal tidak akan memenuhi. Untuk mengatasi hal ini dikenal tehnik yang dinamakan “Carbohydrate Loading” yang dapat meningkatkan simpanan glikogen 200-300%, dimana kelelahan dapat ditunda  dan penampilan atlet dapat ditingkatkan.


6. Glikogen Atau Karbohidrat Loading

Cara yang asli (Astrand’s carbohydrate loading)
  • Tujuh hari sebelum bertanding dilakukan latihan yang berat (hari 1) untuk menghabiskan simpanan glikogen
  • Kemudian pada hari ke 2-4 diberikan diet rendah karbohidrat tinggi protein dan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, namun mencegah pengisian glikogen
  • Pada hari ke 5-7 sebelum bertanding diberi diet tinggi karbohidrat (70% dari total energi) untuk memaksimalkan glikogen ke dalam otot yang habis glikogennya. Pada masa ini latihan dikurangi untuk menurunkan penggunaan glikogen otot dan menjamin simpanan yang maksimal pada hari pertandingan (hari ke 8)
Cara ini dapat meningkatkan simpanan glikogen dari kadar normal (80-100 mmol/kg BB) menjadi 200 mmol/kg BB. Manfaat dari karbohidrat loading ini dapat menunda kelelahan (dikenal dengan istilah “Hitting the wall” sampai 90-120 menit, dan dapat mencegah hipoglikemia (dikenal dengan istilah “Bonking”
Kelemahan Cara Karbohidrat Loading yang asli
Kenaikan BB mungkin terjadi pada fase diet tinggi karbohidrat, sebesar 2,1-3,5 kg berasal dari kenaikan simpanan air bersamaan dengan simpanan glikogen. Sementara ekstra glikogen dan air dapat menghilangkan rasa letih dan kemungkinan dehidrasi selama pertandingan, juga dapat menambah ekstra BB yang dapat mempengaruhi olahraga yang memperhatikan kecepatan, kelenturan daripada daya tahan.
Fase diet rendah karbohidrat dapat memberi efek samping seperti kelelahan, mual, ketosis, BB menurun, pengeluaran sodium dan air meningkat. Untuk mengurangi efek samping ini maka dilakukan modifikasi karbohidrat loading yang asli dengan menghilangkan fase diet rendah karbohidrat.
Karbohidrat loading yang dimodifikasi
Modifikasi karbohidrat loading dilakukan dengan menghilangkan fase latihan yang berat serta pembatasan karbohidrat. Enam (6) hari sebelum pertandingan, diberikan makanan dengan tinggi karbohidrat (70% dari total energi) diikuti dengan jadwal latihan yang sedang selama 3 hari, dilanjutkan 3 hari dengan latihan ringan. Kenaikan konsentrasi glikogen otot diperoleh sebesar 130-205 mmol/kg BB dibandingkan dengan 80-212 mmol/kg BB dengan cara Astrand. Selain itu penghilangan latihan yang keras serta pembatasan karbohidrat, akan menurunkan resiko luka dan efek samping.
Atlet dan pelatih perlu memperhatikan kebutuhan latihan dan diet untuk memaksimalkan karbohidrat loading. Sementara kadar glikogen dapat ditingkatkan dalam waktu 24 jam dengan diet tinggi karbohidrat (7-10 g/kg BB atau 70-85% dari total energi), diperlukan waktu 3 – 5 hari untuk mencapai kadar yang maksimal. Tiga (3) hari diet tinggi karbohidrat umumnya dirasakan cukup untuk kompetisi dan juga untuk meminimalkan lipogenesis.
Jenis karbohidrat yang dikonsumsi atlet pada setiap kali makan utamanya harus berasal dari makanan sumber karbohidrat yang bergizi, namun makanan tsb volumenya besar (bulky) sehingga dapat mempengaruhi asupan yang adekuat atau meningkatkan frekuensi buang air besar. Penggunaan gula dan bentuk karbohidrat lain yang padat dapat menjamin konsumsi energi dan karbohidrat  yang adekuat. Mengurangi jumlah serat atau pemberian makanan cair mungkin dapat dilakukan.
(Didit Damayanti, M.Sc)
Kiat Dalam Penyediaan Makanan Pada Saat Bertanding
Makanan yang dikonsumsi selain memenuhi syarat gizi, sebaiknya sudah dikenal atlet. Makanan harus mempunyai nilai psikologis yang tinggi sehingga terciptalah semboyan “eat to win”. Atlet sebaiknya memiliki makanan yang sudah familier dan mudah dicerna.
Tujuan utama pemberian makanan pada atlet sebelum pertandingan adalah untuk mempersiapkan atlet agar mendapatkan energi yang adequat dan hidrasi yang optimal. Puasa sebelum pertandingan tidak diperbolehkan karena secara fisiologis tidak masuk akal oleh karena makanan dibutuhkan untuk mengganti glikogen.
Pemberian makanan diatur sedemikian rupa sehinggga sebelum pertandingan dimulai proses pencernaan makanan sudah selesai. Hal ini penting oleh karena pada saat pertandingan aliran darah terkonsentrasi menuju ke otot untuk menyalurkan zat gizi dan oksigen yang dibutuhkan pada saat otot berkontraksi. Atlet sebaiknya mengkonsumsi makanan lengkap yang terakhir kira-kira 3 – 4 jam sebelum bertanding. Tenggang waktu ini tidak boleh sampai menimbulkan penurunan kadar gula darah atau menimbulkan rasa lapar sawaktu pertandingan. Namun waktu makan yang terakhir ini juga harus disesuaikan dengan kebiasaan makan atlet.
Makanan tidak boleh merangsang atau menyebabkan masalah yang tidak baik pada saluran pencernaan. Makanan harus lebih banyak mengandung karbohidrat kompleks, rendah lemak dan protein, cukup vitamin dan mineral serta cukup air. Hindari makanan yang banyak mengandung lemak dan protein karena makanan tersebut lebih lama dicerna sehingga kedua zat ini, lemak dan protein, tidak memberi kontribusi sebagai cadangan glikogen otot dan hati yang dibutuhkan saat pertandingan.
Kurang lebih satu jam menjelang pertandingan, atlet harus menghindari minuman yang banyak mengandung gula [manis sekali]. Pemberian satu gelas [200 cc] air putih yang ditambah satu sendok teh [5 gr] gula diperbolehkan oleh karena konsentrasi minuman tersebut tidak melebihi 2,5%.pemberian minuman manis yang melebihi konsentrasi gula 2,5% dapat menimbulkan peningkatan gula darah yang akan merangsang produksi hormon insulin. Peningakatan hormon insulin ini dpat menyebabkan terjadinya hipoglikemi [“reactive hypoglycemia”]. Keadaan ini dapat terjadi pada saat atlet sedang bertanding dengan gejala-gejala pusing, mual dan muntah sampai kolaps.
Minum air sebanyak 150 – 250 cc, pada waktu 30 – 60 menit sebelum pertandingan dan saat istirahat diantara pertandingan sangat dianjurkan.
Minuman yang mengandung kalori, vitamin, mineral dan elektrolit yang terlarut didalamnya bermanfaat untuk menghindari terjadinya dehidrasi serta dapat mengganti zat gizi yang terpakai.
Pemberian cairan selama pertandingan sangat penting untuk mempertahankan status dehidrasi atau menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Atlet setiap kali harus mengambil kesempatan minum minuman yang telah tersedia. Kesempatan minum jangan menunggu sampai terjadi rasa haus oleh karena pada waktu terasa haus ini sudah menunjukkan adanya dehidrasi awal. Rasa haus bukan indikator yang efektif untuk menilai kebutuhan air atlet selama latihan dan pertandingan. Atlet harus ditekankan kesadarannya akan kebutuhan air yang banyak dalam setiap kesempatan. Minum sebaiknya dilakukan secara teratur
setiap 10 – 15 menit sebanyak 150 – 250 cc air dingin 10o C. Pada olahraga endurans sangat penting diperhatikan adalah mengganti keringat yang terbuang akan semakin banyak apabila pertandingan olahraga endurans dilaksanakan pada lingkungan sangat panas.
Pada olahraga endurans yang sangat lama [lebih dari 2 jam] pemberian cairan harus mengandung karbohidrat dan elektrolit. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya hipoglikemia dan hiponatremia. Pemberian karbohidrat pada saat bertanding dengan cara suplemen makanan bertujuan untuk mencegah terjadinya hipoglikemi, mencegah kelelahan dan untuk mempertahankan daya kerja otot. Pemberian suplemen makanan karbohidrat bisa berupa cairan ataupun padat tergantung kesukaan atlet dan jenis olahraganya. Makanan padat yang tinggi karbohidrat kompleks dan rendah serat, misalnya buah pisang dapat diberikan pada atlet.
Segera setelah bertanding, pemberian makanan dan minuman ditujukan terutama untuk memulihkan cadangan glikogen serta mengganti cairan, vitamin, mineral dan elektrolit yang terpakai selama pertandingan. Pemberian makanan setelah pertandingan harus memperhatikan keadaan atlet. Sering terjadi bahwa nafsu makan dari sebagian besar atlet berkurang. Untuk itu segera setelah pertandingan, atlet harus minum air dingin [suhu 10o C] sebanyak 1 – 2 gelas. Kemudian atlet dianjurkan untuk minum berupa cairan yang mengandung karbohidrat, vitamin, mineral dan elektrolit secara kontinyu dengan intrerval waktu tertentu sampai terjadi hidrasi. Pada keadaan ini dapat diberikan minuman berupa jus buah-buahan dan sayuran. Setelah keletihan dari atlet tersebut berkurang, kira-kira 4 jam setelah pertandingan, dapat diberikan secara berangsur-angsur makanan lengkap biasa seperti sebelum pertandingan dilaksanakan.
Pola hidangan yang dapat dikonsumsi atlet sesaat menjelang pertandingan adalah sebagai berikut:
  1. 3 – 4 jam sebelum bertanding, makanan lengkap biasa, misalnya nasi dengan lauk-pauk.
  2. 2 – 3 jam sebelum bertanding sebaiknya dalam bentuk makanan kecil, misalnya roti [kurang dari 500 kalori].
  3. 1 – 2 jam sebelum bertanding, makanan cair berupa jus buah diberikan kepada atlet.
  4. 30 – 60 menit sebelum bertanding, atlet hanya boleh diberi minuman cair saja.
(DR. dr. zainal abidin)

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik