SEJARAH BSKET DAN LIGA BSKET INDONESIA

Written By iqbal_editing on Kamis, 22 September 2016 | 03.44

TIDAK ada catatan pasti mengenai kapan olahraga permainan bola basket masuk ke Indonesia. Namun, boleh jadi orang-orang Tiongkok membawa masuk olahraga itu ke dalam negeri. Seorang dosen Universitas Pendidikan Indonesia,Lukmannul Hakim Lubis,menuliskan dalam bukunyaPembelajaran Permainan Bolabasket(2015), para pedagangdiduga menjadi aktor yangmembawanya melalui jalur perdagangan.
Lama sebelum olahraga bola basket masuk, olahraga serupa sudah banyak dimainkan orang-orang Belanda. Pada zaman penjajahan Belanda di Indonesia, orang-orang kulit putih memainkan olahraga bernama korfball. Mereka mendirikan tiang dan menggantungkan sebuah keranjang di atasnya. Pemainnya tinggal berusaha memasukan bola ke keranjang untuk mendapat angka sebanyak-banyaknya.
Sampai dewasa ini, korfball menjadi permainan tradisional rakyat Belanda. Olahraganya memang tidak cukup populer di Indonesia. Tidak banyak orang memainkannya karena sepak bola rupanya menggiurkan. Bahkan bola basket dewasa ini masih kalah populer ketimbang sepak bola. Banyak orang marah-marah karena kisruh sepak bola, sementara liga bola basket terhenti tidak banyak yang berkoar-koar.
“Tidak seperti sepak bola yang pasarnya besar, bola basket itu masih berkembang,” ujar Rosyidan, direktur sekaligus pemimpin redaksi majalah Mainbasket saat berdiskusi di C-Tra Arena, Bandung, Jawa barat.
Rosyidan juga sempat menyinggung soal catatan sejarah bola basket. Menurutnya, perjalanan bola basket Indonesia tidak banyak rekam jejaknya. Apalagi catatan sejarah awal memang benar-benar tidak ada atau memang sulit didapatkan.
Pada dasarnya, dari sejarah yang hanya tercatat sedikit itu, orang Indonesia sudah mengenal kombinasi permainan bola dan keranjang sejak lama. Pada 1930-an, Indonesia sebenarnya juga sudah memiliki beberapa klub lokal di beberapa kota. Bahkan pada Pekan Olahraga Nasional 1948 di Solo, olahraga ini sudah menjadi salah satu cabang yang dipertandingkan tanpa induk organisasi nasional. Persatuan Bola Basket Indonesia baru lahir pada 1955.
Kompetisi resmi pertama bola basket lahir pada 1982 menyusul hasil keputusan Kongres kedelapan satu tahun sebelumnya. Perbasi memberikan nama liga tersebut dengan sebutan Kompetisi Bola Basket Utama (Kobatama). Peserta Kobatama sendiri adalah klub-klub besar dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Kobatama bertahan selama 20 tahun. Medio 1990-an, bola basket mulai ramai diperbincangkan di kalangan pemuda. Cokorda Raka Satrya Wibawa menjadi salah satu tokoh bola basket di era itu.
Cokorda Raka—yang akrab disapa Wiwin—pertama kali bermain di tingkat profesional pada 1995. Selama era Kobatama itu, ia hanya bermain untuk satu tim. Aspac Jakarta menjadi satu-satunya pelabuhan Wiwin di kompetisi awal bola basket Tanah Air.
Menurut Wiwin, Kobatama memiliki kelebihan lain dari liga-liga yang pernah bergulir di Indonesia. Sekitar 1994-1997, liga mengizinkan pemain asing bermain di Indonesia. Hanya saja, regulasi membatasi penggunaan jasa asing maksimal dua pemain.
“Tapi karena badai krismon (krisis moneter), sejak 1998 jasa pemain asing sudah tidak dipergunakan lagi,” ujar Wiwin yang kini menjadi kepala pelatih Satria Muda Britama Jakarta.
Penggunaan pemain asing, bagi Wiwin, dianggap mampu mendongkrak permainan pemain lokal. Keberadaan pemain asing seperti mendiang Bobby Ray Parks, Tony Harris, dan Sean Chamber telah menambah kemeriahan kompetisi. Hanya saja, ia menilai peningkatan itu akan lebih signifikan jika regulasi cukup membolehkan satu pemain asing.
“Karena kalau dua orang, otomatis pemain lokal bisa dikatakan hanya sebagai ‘pemeran penderita’,” katanya.
Kobatama rupanya punya kelebihan lain. Liga itu ditayangkan di televisi secara langsung di siang hari. Hal itu dilakukan guna mendapat perhatian masyarakat. Bahkan ESPN Asia sempat ikut menayangkan.
“Itu bukti bahwa liga kita mendapat perhatian yang luar biasa, khususnya di ASEAN,” ujar Wiwin.
Seperti pagi dan malam, kelebihan tidak pernah sendirian tanpa kekurangan. Setiap tim di era Kobatama hanya bertemu dua kali setiap musimnya. Jumlah pesertanya pun hanya ada sepuluh tim. Sehingga total pertandingan setiap timnya hanya ada 18 pertandingan. “Sangat sedikit untuk sebuah kompetisi,” ujar Wiwin lagi.
Permasalahan Kobatama tidak berhenti pada persoalan jumlah pertandingan dan jumlah peserta. Kobatama justru lahir sebelum era keterbukaan informasi sehingga bola basket tidak sepopuler dewasa ini. Apalagi krisis moneter menghantam segala lapisan, termasuk pembiayaan liga. Kobatama terpaksa harus terseok-seok tanpa biaya memadai.
Demi memperbaiki masalah biaya sekaligus mendongkrak popularitas, Perbasi akhirnya menyerahkan Kobatama pada pihak swasta. Dengan begitu setidaknya liga memiliki modal untuk menggelar kompetisi. Sejak 2003, Kobatama resmi mengganti nama menjadi Indonesian Basketball League (IBL).
Satria Muda Britama Jakarta menjadi aktor baru di era IBL pada 2004. Aspac Jakarta yang sebelumnya mendominasi liga, justru harus tunduk di tangan tim anyar itu. Aspac baru merebut gelar lagi setahun berikutnya. Namun, Satria Muda kemudian merajai sisa-sisa musim IBL. Selama periode 2006-2009, mereka keluar sebagai juara.
“Yang paling berkesan, saya juara IBLnlima kali bersama SM Britama,” kenang pemain senior Wendha Wijaya yang sekarang bermain di Garuda Bandung.
Menurut Wendha, kelebihan liga ini ada pada sistem draft pemain. Pada 2008, IBL mengadopsi sistem perekrutan ala NBA (liga bola basket Amerika Serikat). Tim terlemah dapat kesempatan memilih pemain bagus di bursa pilih sesuai kehendaknya. Hal itu dilakukan demi meratakan kekuatan dan menghilangkan dominasi juara. Masalahnya sistem itu tidak berjalan dengan baik.“Soalnya masih ada pemain binaan yang ikut sistem draft,” jelas Wendha.
Penghujung 2009, setelah berganti-ganti penyelenggara, IBL terancam bangkrut. Perwakilan klub peserta IBL mendatangi PT DBL Indonesia untuk meminta mereka mengambil alih liga sebab PT DBL Indonesia telah sukses menggelar liga pelajar Developmental Basketball League (DBL). DBL sudah menjadi liga pelajar terbesar di Indonesia dewasa ini. Tidak heran kalau perwakilan klub peserta mendatangi Azrul Ananda selaku bos PT DBL. Lantas pada 2010, Azrul Ananda melakukan perubahan total pada liga, termasuk mengubah nama IBL menjadi National Basketball League (NBL) Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik