TIDAK ada catatan pasti mengenai kapan olahraga
permainan bola basket masuk ke Indonesia. Namun, boleh jadi orang-orang
Tiongkok membawa masuk olahraga itu ke dalam negeri. Seorang dosen
Universitas Pendidikan Indonesia,Lukmannul Hakim Lubis,menuliskan dalam
bukunyaPembelajaran Permainan Bolabasket(2015), para pedagangdiduga menjadi aktor yangmembawanya melalui jalur perdagangan.
Lama sebelum olahraga bola basket masuk, olahraga serupa sudah banyak
dimainkan orang-orang Belanda. Pada zaman penjajahan Belanda di
Indonesia, orang-orang kulit putih memainkan olahraga bernama korfball.
Mereka mendirikan tiang dan menggantungkan sebuah keranjang di atasnya.
Pemainnya tinggal berusaha memasukan bola ke keranjang untuk mendapat
angka sebanyak-banyaknya.
Sampai dewasa ini, korfball menjadi permainan tradisional rakyat
Belanda. Olahraganya memang tidak cukup populer di Indonesia. Tidak
banyak orang memainkannya karena sepak bola rupanya menggiurkan. Bahkan
bola basket dewasa ini masih kalah populer ketimbang sepak bola. Banyak
orang marah-marah karena kisruh sepak bola, sementara liga bola basket
terhenti tidak banyak yang berkoar-koar.
“Tidak seperti sepak bola yang pasarnya besar, bola basket itu masih
berkembang,” ujar Rosyidan, direktur sekaligus pemimpin redaksi majalah
Mainbasket saat berdiskusi di C-Tra Arena, Bandung, Jawa barat.
Rosyidan juga sempat menyinggung soal catatan sejarah bola basket.
Menurutnya, perjalanan bola basket Indonesia tidak banyak rekam
jejaknya. Apalagi catatan sejarah awal memang benar-benar tidak ada atau
memang sulit didapatkan.
Pada dasarnya, dari sejarah yang hanya tercatat sedikit itu, orang
Indonesia sudah mengenal kombinasi permainan bola dan keranjang sejak
lama. Pada 1930-an, Indonesia sebenarnya juga sudah memiliki beberapa
klub lokal di beberapa kota. Bahkan pada Pekan Olahraga Nasional 1948 di
Solo, olahraga ini sudah menjadi salah satu cabang yang dipertandingkan
tanpa induk organisasi nasional. Persatuan Bola Basket Indonesia baru
lahir pada 1955.
Kompetisi resmi pertama bola basket lahir pada 1982 menyusul hasil
keputusan Kongres kedelapan satu tahun sebelumnya. Perbasi memberikan
nama liga tersebut dengan sebutan Kompetisi Bola Basket Utama
(Kobatama). Peserta Kobatama sendiri adalah klub-klub besar dari Jawa,
Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Kobatama bertahan selama 20 tahun. Medio 1990-an, bola basket mulai
ramai diperbincangkan di kalangan pemuda. Cokorda Raka Satrya Wibawa
menjadi salah satu tokoh bola basket di era itu.
Cokorda Raka—yang akrab disapa Wiwin—pertama kali bermain di tingkat
profesional pada 1995. Selama era Kobatama itu, ia hanya bermain untuk
satu tim. Aspac Jakarta menjadi satu-satunya pelabuhan Wiwin di
kompetisi awal bola basket Tanah Air.
Menurut Wiwin, Kobatama memiliki kelebihan lain dari liga-liga yang
pernah bergulir di Indonesia. Sekitar 1994-1997, liga mengizinkan pemain
asing bermain di Indonesia. Hanya saja, regulasi membatasi penggunaan
jasa asing maksimal dua pemain.
“Tapi karena badai krismon (krisis moneter), sejak 1998 jasa pemain
asing sudah tidak dipergunakan lagi,” ujar Wiwin yang kini menjadi
kepala pelatih Satria Muda Britama Jakarta.
Penggunaan pemain asing, bagi Wiwin, dianggap mampu mendongkrak
permainan pemain lokal. Keberadaan pemain asing seperti mendiang Bobby
Ray Parks, Tony Harris, dan Sean Chamber telah menambah kemeriahan
kompetisi. Hanya saja, ia menilai peningkatan itu akan lebih signifikan
jika regulasi cukup membolehkan satu pemain asing.
“Karena kalau dua orang, otomatis pemain lokal bisa dikatakan hanya sebagai ‘pemeran penderita’,” katanya.
Kobatama rupanya punya kelebihan lain. Liga itu ditayangkan di
televisi secara langsung di siang hari. Hal itu dilakukan guna mendapat
perhatian masyarakat. Bahkan ESPN Asia sempat ikut menayangkan.
“Itu bukti bahwa liga kita mendapat perhatian yang luar biasa, khususnya di ASEAN,” ujar Wiwin.
Seperti pagi dan malam, kelebihan tidak pernah sendirian tanpa
kekurangan. Setiap tim di era Kobatama hanya bertemu dua kali setiap
musimnya. Jumlah pesertanya pun hanya ada sepuluh tim. Sehingga total
pertandingan setiap timnya hanya ada 18 pertandingan. “Sangat sedikit
untuk sebuah kompetisi,” ujar Wiwin lagi.
Permasalahan Kobatama tidak berhenti pada persoalan jumlah
pertandingan dan jumlah peserta. Kobatama justru lahir sebelum era
keterbukaan informasi sehingga bola basket tidak sepopuler dewasa ini.
Apalagi krisis moneter menghantam segala lapisan, termasuk pembiayaan
liga. Kobatama terpaksa harus terseok-seok tanpa biaya memadai.
Demi memperbaiki masalah biaya sekaligus mendongkrak popularitas,
Perbasi akhirnya menyerahkan Kobatama pada pihak swasta. Dengan begitu
setidaknya liga memiliki modal untuk menggelar kompetisi. Sejak 2003,
Kobatama resmi mengganti nama menjadi Indonesian Basketball League
(IBL).
Satria Muda Britama Jakarta menjadi aktor baru di era IBL pada 2004.
Aspac Jakarta yang sebelumnya mendominasi liga, justru harus tunduk di
tangan tim anyar itu. Aspac baru merebut gelar lagi setahun berikutnya.
Namun, Satria Muda kemudian merajai sisa-sisa musim IBL. Selama periode
2006-2009, mereka keluar sebagai juara.
“Yang paling berkesan, saya juara IBLnlima kali bersama SM Britama,”
kenang pemain senior Wendha Wijaya yang sekarang bermain di Garuda
Bandung.
Menurut Wendha, kelebihan liga ini ada pada sistem draft pemain. Pada
2008, IBL mengadopsi sistem perekrutan ala NBA (liga bola basket
Amerika Serikat). Tim terlemah dapat kesempatan memilih pemain bagus di
bursa pilih sesuai kehendaknya. Hal itu dilakukan demi meratakan
kekuatan dan menghilangkan dominasi juara. Masalahnya sistem itu tidak
berjalan dengan baik.“Soalnya masih ada pemain binaan yang ikut sistem
draft,” jelas Wendha.
Penghujung 2009, setelah berganti-ganti penyelenggara, IBL terancam
bangkrut. Perwakilan klub peserta IBL mendatangi PT DBL Indonesia untuk
meminta mereka mengambil alih liga sebab PT DBL Indonesia telah sukses
menggelar liga pelajar Developmental Basketball League (DBL). DBL sudah
menjadi liga pelajar terbesar di Indonesia dewasa ini. Tidak heran kalau
perwakilan klub peserta mendatangi Azrul Ananda selaku bos PT DBL.
Lantas pada 2010, Azrul Ananda melakukan perubahan total pada liga,
termasuk mengubah nama IBL menjadi National Basketball League (NBL)
Indonesia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar