Written By iqbal_editing on Rabu, 28 Juni 2017 | 02.36
PSSI
meluncurkan program mercusuar pelatnas jangka panjang ke Uruguay
berlabel Sociedad Anonima Deportiva pada tahun 2008. Program ini hampir
mirip dengan Primavera dan Baretti di Italia pada pertengahan 1990-an.
Pemain belia berbakat Tanah Air dikumpulkan dalam satu tim untuk
mengikuti kompetisi junior di negara yang dituju.
Program SAD yang didanai pengusaha gila bola, Nirwan Dermawan Bakrie,
berjalan selama lima tahun, 2008-2013. Banyak pesepak bola berbakat
mencuat dari program yang kabarnya menelan dana 1 juta dolar per tahun
itu.
Akan tetapi, tidak semua pemain didikan SAD yang berlaga di kompetisi
U-17 dan U-19 Uruguay sukses saat menjalani karier di level senior.
Menurut catatan bola.com, ada beberapa pemain lulusan
SAD yang menjalani masa-masa sulit saat berkarier sebagai pesepak bola
profesional. Siapa-siapa saja mereka?
1. Syamsir Alam
Digadang-gadang jadi penyerang top Timnas Indonesia meneruskan era Bambang Pamungkas, Syamsir Alam
yang mendapatkan beasiswa generasi pertama program pelatnas jangka
panjang SAD Uruguay pada 2008 gagal bersinar saat berkarier di level
senior.
Pada musim perdana tampil di Liga U-17 Quinta Division 2008, ia menjadi top scorer
dari tim SAD Indonesia dengan mengemas 15 gol dari 29 laga. Lantaran
dianggap berbakat, ia sempat dipinjam Penarol pada musim selanjutnya.
Syamsir meninggalkan tim SAD untuk bergabung ke klub Divisi II
Belgia, CS Vise, pada musim 2011. Klub tersebut dimiliki penguasa gila
bola yang membiayai program SAD, Nirwan Dermawan Bakrie.
Syamsir
Alam (Sriwijaya FC - kanan) yang tergabung dalam Selebriti FC berusaha
mengecoh pemain dari PSSI Pers saat laga amal untuk Akli Fairuz di
Lapangan C Senayan, Jakarta, (14/6/2014). (Liputan6.com/Helmi
Fithriansyah)
Namun, Syamsir lebih banyak jadi cadangan selama dua musim berkiprah
di klub tersebut. Cedera punggung membuat pemain kelahiran Agam, 6 Juli
1992 itu, kesulitan menemukan level permainan terbaik.
Walau jadi langganan bangku cadangan di CS Vise, Syamsir dipanggil
Rahmad Darmawan untuk mengikuti seleksi Timnas SEA Games 2011. Tampil
impresif selama sepekan di sesi latihan pelatnas, nama Syamsir justru
tak masuk skuat inti. Situasi serupa terjadi di SEA Games 2013.
Faktanya, Syamsir memang tampil di bawah ekspektasi RD. Di masa seleksi
Timnas Indonesia U-23, ia mandul gol.
Pada 2013, Syamsir membuat sensasi saat digaet klub asal Amerika, DC
United. Klub itu dimiliki pengusaha asal Indonesia, Erick Thohir.
Tetapi, kesempatan emas berkarier di kompetisi MLS tak dimanfaatkan
secara baik oleh sang pemain. Selama semusim di Washington DC, Syamsir
lebih sering hanya ikut latihan saja di DC United. Namanya tidak pernah
masuk line-up.
Pulang ke Tanah Air, Syamsir bergabung dengan Sriwijaya FC. Hanya,
embel-embel berguru di CS Vise tak membuat sang penyerang mudah menembus
posisi inti. Ia lebih sering duduk di bangku cadangan.
Karena frustrasi, Syamsir yang beberapa kali terlibat asmara dengan
artis, memilih pindah ke Persipasi Bandung Raya di awal 2015. Apesnya
kompetisi Indonesia Super League 2015 terhenti pada bulan April, imbas
konflik antara PSSI dengan Kemenpora.
Syamsir praktis menganggur pasca ISL vakum. Saat PBR tampil di Piala
Presiden dan Piala Jenderal Sudirman, namanya tidak tercantum dalam
daftar pemain yang dimiliki pengusaha muda, Ari Sutedi.
Manajer PBR, Muly Munial, menyebut tingkah laku Syamsir Alam yang
kerap indispliner jadi penyebab ia terbuang dari klub. Sang pemain
belakangan lebih sering bergaul di dunia selebritas dibanding serius
menata kariernya di dunia sepak bola. 2. Alfin Tuasalamony Alfin Tuasalamony
jadi pemain paling mengilap dalam program SAD Uruguay generasi pertama.
Saat membela CS Vise, pemain asal Tulehu, Maluku tersebut, jadi
langganan tim inti selama dua musim, 2011-2013.
Aksi Alfin di Divisi II Belgia juga sempat dipantau pemandu bakat
klub elite Portugal, Benfica. Walau punya kesempatan besar berkiprah di
Eropa, bek sayap serbabisa tersebut memilih bergabung ke Persebaya
Surabaya selepas membela Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2013.
Pemain kelahiran 13 November 1992 itu memutuskan hengkang ke Persija
Jakarta pada ISL 2015. Ia mengikuti jejak pelatihnya di Tim Bajul Ijo,
Rahmad Darmawa,n yang juga merapat ke Jakarta.
Petaka menimpa Alfin, kala menganggur pasca kompetisi ISL 2015
terhenti, ia jadi korban kecelakaan. Kaki kirinya patah ditabrak mobil
yang dikendarai seorang ibu di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan.
Alfin
Tuasalamony menangis haru saat menyampaikan ucapan terima kasih atas
dukungan rekan-rekan pesepakbola dalam Trofeo Charity Match yang
diselenggarakan di Lapangan Simprug. Minggu (28/6). (Bola.com/Arief
Bagus)
Karier sepak bola Alfin terancam. Ia divonis harus istirahat total
minimal setahun. Apakah sang pemain bisa melanjutkan kariernya? Semua
itu ergantung bagaimana ia menjalani terapi penyembuhan cederanya.
Masalahnya, Alfin tidak punya cukup biaya untuk mengobati cederanya.
Persija klub yang dibelanya mengalami krisis keuangan karena kompetisi
terhenti.
Macan Kemayoran pun tidak sanggup membayar Alfin sesuai kesepakatan
kontrak awal. Untuk biaya pengobatan, Alfin mengandalkan tabungan saat
bermain di Eropa.
1 dari 2 halaman
Selanjutnya
3. Reffa Money
Bakat Reffa Arvindo Badherun Money mulai tercium saat membela Timnas
Indonesia U-15 pada tahun 2006. Ia jadi figur kunci Tim Jawa Timur saat
juara Piala Medco U-15 tahun 2007.
Nama pemain berdarah Maluku yang besar di Surabaya itu selalu
menghiasi skuat Tim Merah-Putih junior bersama rekan seangkatannya,
Syamsir Alam dan Yericho Christiantoko. Stopper belia kelahiran 21
Januari 1992 itu jadi kapten tim SAD Uruguay 2008-2009. Namun, cedera
lutut parah membuatnya tak ikut dalam rombongan pemain Indonesia yang
dikirim ke CS Vise Belgia.
Reffa
Money (kiri) saat menempuh pendidikan di SAD Uruguay sempat dipinang
klub top Uruguay, Penarol, bareng rekannya Syamsir Alam. (Istimewa)
Reffa pulang ke Tanah Air pada pengujung 2011. Setelah itu, nama Reffa menghilang dari peredaran sepak bola nasional.
Anak dari mantan pemain Persebaya tahun 1980-an, Yusuf Money, sempat
berkarier di klub Persis Solo musim 2013-2014. Terakhir, namanya masuk
daftar pemain PS TNI
yang berlaga di Piala Jenderal Sudirman. Namun, di tim amatir yang
tampil memesona di penyisihan grup Piala Jenderal Sudirman, Reffa hanya
jadi penghangat bangku cadangan. 4. Yericho Christiantoko
Yericho Christiantoko, yang dibina Akademi Arema digadang-gadang akan
menjadi penerus bek kiri legendaris Indonesia, Aji Santoso. Dengan
bakat alam mumpuni, Yericho selalu memperkuat Timnas Indonesia level
junior interval 2005-2008.
Kariernya kian berkembang saat ikut pelatnas jangka panjang SAD
Uruguay pada 2008. Tiga tahun berselang, pemain kelahiran 14 Januari
1992, dikontrak CS Vise pada 2011-2012. Ia juga masuk skuat Timnas
Indonesia U-23 di SEA Games 2011 dengan prestasi medali perak.
Karier Yericho mulai tersendata akibat cedera lutut parah di pentas
kompetisi Divisi II Belgia. Ia jarang bermain dan akhirnya dipulangkan
ke Indonesia. Yericho akhirny bergabung dengan klub yang membinanya,
Arema Cronus pada 2013.
Yericho
Christiantoko (tengah) saat membela CS Vise. Pemain didikan Akademi
Arema yang satu ini sempat digadang-gadang bakal jadi the next Aji
Santoso. (CS Vise)
Di Tim Singo Edan cederanya kerap kali kambuh. Nama Yericho pun jarang masuk starting eleven di Arema Cronus.
Pada akhir 2014, Yericho dilepas ke klub Divisi Utama, Persekam Metro
FC. Tidak berjalannya kompetisi kasta kedua musim 2015 karena
perseteruan PSSI dengan Kemenpora membuat karier sang pemain mandek.
0 komentar:
Posting Komentar