standar keselamatan dalam sepak bola

Written By iqbal_editing on Kamis, 17 November 2016 | 14.58

Belum lama ini sepakbola Indonesia kembali berduka. Seorang pemain bernama Akli Fairus meninggal dunia setelah berbenturan dengan kiper PSAP Sigli, Agus Rochman, dalam pertandingan Divisi Utama Liga Indonesia.

Akli sempat dilarikan ke rumah sakit untuk menerima perawatan medis. Sayangnya, setelah enam hari dirawat, ia menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit.

Pemain Persiraja Banda Aceh berumur 27 tahun itu hanya satu nama dari beberapa pemain sepakbola yang hidupnya berakhir di lapangan hijau dalam satu dekade terakhir. Eri Irianto (Persebaya Surabaya), Jumadi Abdi (PKT Bontang), dan Sekou Camara (PBR) adalah beberapa nama lain yang lebih dulu menghembuskan nafas terakhir ketika sedang bermain.

Standar Ideal

Sepakbola memang olahraga yang memaksa tubuh untuk bekerja hingga mencapai batas kapasitas kemampuan tubuh. Dalam satu laga, tak jarang pula kedua tim sama-sama ngotot untuk mengejar kemenangan, sehingga timbul benturan-benturan ringan, atau benturan berat yang menjurus pada bahaya.

Masalahnya, beberapa alat pengamanan yang boleh dikenakan pemain tentu tak menjamin 100% keselamatan. Alat-alat tersebut hanya sedikit melindungi bagian tubuh tertentu yang paling rawan terkena bahaya.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, FIFA lalu membuat standar medis yang harus disediakan pada setiap pertandingan sepakbola. Yang pertama adalah standar medis untuk tenaga kesehatan, baik yang disiapkan oleh masing-masing klub maupun yang disediakan oleh penyelenggara pertandingan.

Pada dasarnya, setiap klub minimal wajib memiliki seorang dokter dan seorang fisioterapis dengan standar yang sudah ditetapkan oleh FIFA. Tidak bisa sembarang. Dokter-dokter di lapangan harus sudah memiliki sertifikat pelatihan penanganan medis sepakbola dari FIFA, atau dari asosiasi di negara tersebut.

Penting untuk diingat bahwa tenaga medis adalah satu-satunya orang yang memiliki hak untuk melakukan penanganan medis bagi pemain ataupun ofisial yang mengalami cedera atau mengalami gangguan kesehatan. Selain dokter, selama pertandingan berlangsung, semestinya tidak boleh ada pihak manapun yang melakukan tindakan medis.

Setiap tenaga medis yang merupakan bagian dari klub pun diwajibkan untuk hadir di lapangan pada setiap pertandingan. Sekali lagi, karena memang hanya mereka yang memiliki hak untuk melakukan penanganan medis.



Pihak penyelenggara pertandingan, atau biasanya tim kandang, juga harus menyediakan satu orang dokter lain sebagai dokter pertandingan. Ia akan bertindak ketika terjadi sesuatu yang tidak terduga sehingga harus segera dilakukan tindakan.

Selain seorang dokter, pihak penyelenggara pertandingan juga harus menyediakan tenaga medis lain yang selalu siap membawa tandu dan peralatan P3K. Mereka juga harus selalu siaga untuk memberikan bantuan kepada tim dokter saat menangani pemain yang cedera. Sebagaimana dokter, para tenaga medis juga harus memiliki kualifikasi sesuai dengan standar FIFA.

Dari segi peralatan, FIFA sudah dengan sangat jelas menginstruksikan alat-alat medis yang harus disiapkan oleh tim medis pertandingan maupun tim dokter tim. FIFA menyebut peralatan ini dalam satu tas yang disebut FIFA Medical Emergency Bag (FMEB). Beberapa peralatan yang harus tersedia di dalam tas ini di antaranya adalah alat infus, ventilation bag, blood pressure monitor, dan beberapa alat-alat kesehatan lainnya.

Di dalam stadion sepakbola, ambulans sudah menjadi kendaraan yang harus selalu siap mengantarkan mereka yang mengalami masalah kesehatan ke rumah sakit terdekat yang sudah dirujuk untuk pertandingan tersebut.

Stadion juga harus menyediakan sebuah ruangan tersendiri untuk melakukan segala penanganan medis.

Terdapat beberapa peraturan yang harus dipenuhi oleh ruang medis ini, di antaranya adalah masalah kebersihan, zona terlarang bagi orang lain selain tim medis bersangkutan, hanya boleh digunakan untuk aktivitas medis, akses yang mudah dijangkau dari lapangan dan ruang ganti, dan beberapa peraturan lainnya.

Kisah-kisah heroik penyelamatan medis di lapangan sepakbola, seperti saat Petr Cech mengalami benturan di kepala, saat Aaron Ramsey patah kaki, atau ketika Allan McGregor mengalami masalah pada ginjalnya, lahir akibat kepatuhan tim-tim Liga Inggris kepada prosedur yang ditetapkan FIFA ini.

Tenaga medis ahli serta peralatan yang lengkap membuat beberapa keajaiban tersebut dapat terjadi.

Pertanyaannya kemudian adalah berapa persen dari prosedur FIFA ini yang telah benar-benar dijalani di Indonesia? Seberapa besar peran PSSI dalam menjalankan fungsi pengawasan untuk tidak memberikan izin pertandingan yang tidak sesuai prosedur?

Lalu, seberapa banyak klub ISL maupun Divisi Utama yang selalu menyiapkan tim dokter dengan perlengkapan penuh pada setiap pertandingannya? Ada berapa stadion di Indonesia yang yang selalu menyiapkan ambulans dan peralatan medis serta memiliki ruangan medis yang mengikuti standar FIFA?

Peraturan yang Sering Diabaikan

Pencegahan lain yang bisa dilakukan FIFA untuk menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan adalah dengan membuat peraturan.

Pada dasarnya, law of the game memang dibuat untuk membuat hasil pertandingan menjadi adil bagi kedua tim. Namun tujuan lain yang tidak kalah penting adalah untuk mencegah terjadinya tindakan berlebihan yang dapat membahayakan pemain lain maupun dirinya sendiri.

Karena itulah FIFA menetapkan beberapa tindakan yang dianggap pelanggaran ringan, pelanggaran yang harus diberi peringatan, hingga pelanggaran berat yang kemudian menyebabkan pemain diusir dari lapangan. Pada tahap tertentu, pemain juga harus diberikan hukuman lebih berupa larangan bertanding dalam jumlah spesifik.

Peraturan yang telah ada kemudian selalu dievaluasi untuk terus diperbaiki. Tujuan utamanya adalah keselamatan para pemain.

Salah satu contohnya adalah ketika pada beberapa tahun lalu sepakbola diwarnai oleh banyak insiden cedera patah kaki. FIFA lalu memperketat peraturannya soal sliding tackle. Tidak ada lagi toleransi bagi para pemain yang melakukan aksi tersebut dengan menggunakan kedua kakinya. Apalagi jika tekel dilakukan dengan sangat agresif.

Wasit diperintahkan untuk tanpa ragu mengusir pemain yang melakukan tindakan tersebut, tidak peduli apakah tekel itu mengenai lawan atau tidak. Kartu merah beserta skorsing dengan jumlah pertandingan tertentu harus langsung dilayangkan bagi para pesepakbola yang nekat melakukan tekel agresif.

Lagi-lagi, tujuannya bukan sekadar untuk membuat pertandinganan menjadi lebih adil, namun untuk membuat keselamatan para pemain lebih terjamin. Dengan tidak adanya kompromi, maka secara otomatis setiap pemain akan berpikir ulang jika akan melakukannya.

Namun, ironisnya, kita belum melihat Liga Indonesia telah menjalankan setiap peraturan FIFA ini. Wasih masih sering berkompromi terhadap pemain yang melakukan pelanggaran berbahaya. Hukuman yang diberikan acap kali terlalu ringan sehingga tidak memberikan efek jera.


Di Liga Indonesia, seberapa sering Anda melihat sliding tackle dengan kedua kaki yang hanya diberikan kartu kuning atau bahkan tidak diberikan peringatan sama sekali? Seberapa sering kita melihat pemain melakukan tekel agresif dan tidak mendapatkan kartu merah?

Masih terlalu banyak toleransi yang diberikan para wasit ISL terhadap pelanggaran-pelanggaran, sehingga pemain pun tidak kapok ketika melakukan tindakan berlebih. Apa yang terjadi kemudian adalah secara tidak sadar para pemain akan lebih sering mempraktekan tindakan-tindakan yang membahayakan lawan tersebut.

Soal kecelakaan dan kematian memang bukan satu hal yang dapat diatur oleh manusia. Semua sudah menjadi kehendak Yang Maha Kuasa. Apapun usaha yang dilakukan manusia untuk menghindari maut, hanya sekadar memperkecil kemungkinan, atau bahkan mungkin tidak sama sekali. Bahkan Akli pun meninggal setelah diberi perawatan enam hari.

Namun sudah menjadi kodrat manusia untuk selalu berusaha menuju apa yang ia harapkan. Apalagi berurusan dengan nyawa dan keselamatan. Jika dengan mematuhi standar perlakuan medis dan ketat dengan peraturan maka kemungkinan menyelamatkan nyawa pemain bisa ditingkatkan, maka sudah sepatutnya dilakukan tanpa kompromi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik