Kyokushin
tidak termasuk dalam 4 besar Japan Karatedo Federation. Akan tetapi,
aliran ini sangat terkenal baik di dalam maupun diluar Jepang, serta
turut berjasa memopulerkan Karate di seluruh dunia, terutama pada tahun
1970an. Aliran ini didirikan oleh Sosai Masutatsu Oyama. Nama Kyokushin mempunyai arti kebenaran tertinggi. Aliran ini menganut sistem Budo Karate, dimana praktisi-praktisinya dituntut untuk berani melakukan full-contact
kumite, yakni tanpa pelindung, dan menyerang secara frontal, untuk
mendalami arti yang sebenarnya dari seni bela diri karate serta melatih
jiwa/semangat keprajuritan (budo), aliran ini juga sering dikenal
sebagai salah satu aliran karate paling keras. Tidak seperti kebanyakan
aliran karate yang sudah berfokus pada olahraga, dimana dalam
pertandingannya menerapkan sistem tidak kontak langsung dan hasil yang
ditentukan oleh poin, Kyokushin masih berpegang teguh pada sistem
tradisional, terlihat dari sistem pertandingan kumite pada kejuaraan
Kyokushin yang menerapkan pertarungan full contact dan boleh membuat
Knock Out (KO) lawan. Aliran ini menerapkan hyakunin kumite
(kumite 100 orang) sebagai ujian tertinggi, dimana karateka diuji
melakukan 100 kumite berturut-turut tanpa kalah. Sosai Oyama sendiri
telah melakukan kumite 300 orang. Adalah umum bagi praktisi aliran ini
untuk melakukan 5-10 kumite berturut-turut.
SEJARAH SINGKAT
Masutatsu Oyama, pendiri aliran Kyokushin, lahir sebagai seorang Korea yang bernama Choi Hyung Yee. Sewaktu kecil di Korea, beliau mempelajari seni bela diri Korea yang bernama Chabee. Chabee mendapat pengaruh dari seni bela diri Tiongkok "Seni 18 Telapak Tangan" yang dikembangkan lebih lanjut oleh orang Korea menjadi Chabee.
Sejak kecil, Choi Hyung Yee bukanlah seorang anak yang diam saja dan
bersabar kalau diganggu. Ia sering terlibat dalam perkelahian, apalagi
bila ia atau teman-temannya diganggu. Kepribadian yang agresif inilah
yang ia wariskan ke Kyokushin menjadi sebuah aliran yang menekankan offense, dan pentingnya menjatuhkan lawan secepat mungkin.
Pada masa Perang Dunia 2, Choi Hyung Yee pindah ke Jepang
dan mendaftarkan diri sebagai mekanik pesawat tempur. Di Jepang, ia
tinggal bersama keluarga perantuan dari Korea dan mengadopsi nama
keluarga mereka, Oyama. Pada saat itu banyak orang perantauan yang
mengadopsi nama Jepang agar mudah berbaur dan diterima masyarakat
Jepang. Setelah perang usai pada tahun 1945, beliau mempelajari karate Shotokan dari guru besar Gichin Funakoshi.
Pada saat yang bersamaan, beliau bertemu dengan sesama perantauan dari
Korea bernama So Nei Chu. So Nei Chu mewarisi Goju-Ryu dari Gogen
Yamaguchi, dan Mas Oyama mempelajari Goju-Ryu dari So Nei Chu.
Mas Oyama lalu mendirikan sebuah dojo karate di Tokyo. Karate di dojo ini menekankan pentingnya latihan full-contact kumite (latih-tanding tanpa pelindung). Menurutnya, full contact
kumite merupakan hal yang penting untuk mengasah semangat dan
ketrampilan berkelahi. Hal ini sempat menimbulkan ketegangan dengan
tetua-tetua dari aliran karate lain yang berpendapat bahwa praktek
aplikasi karate secara langsung itu berbahaya dan tidak perlu.
Puncak ketegangan ini muncul pada tahun 1960-an. Pada waktu itu, petinju Muay Thai menyatakan bahwa Thai Boxing
adalah seni bela diri yang terkuat, dan ia telah mengalahkan banyak
wakil aliran bela diri, termasuk karate Jepang (Pada waktu itu, karate
sedang populer di dunia internasional, dan petinju Muay Thai ini ingin
memanfaatkan kesempatan untuk mencari nama). Petinju Muay Thai tersebut
meminta wakil resmi dari Jepang untuk menjawab tantangannya. Sikap
resmi dari aliran-aliran Karate di Jepang adalah untuk tidak melayani
tantangan tersebut, karena tujuan dari Karate adalah untuk membina
mental dan salah satu dari perwujudan penempaan mental tersebut adalah
untuk menghindarkan dari perkelahian yang tidak perlu. Akan tetapi,
Mas Oyama berpendapat bahwa "Karate memang bukan untuk mencari masalah.
Tetapi apabila masalah itu datang dengan sendirinya, lari dari masalah
adalah tindakan pengecut". Ia mengirim 3 murid terbaiknya ke Thailand
untuk bertanding dengan aturan Muay Thai. Dua dari tiga muridnya
tersebut menang dan mereka kembali ke Jepang dielu-elukan sebagai
pahlawan yang mengangkat harga diri Jepang. Hal ini menambah ketegangan
antara aliran Oyama ini dengan aliran-aliran Karate yang lain, sehingga
banyak aliran lain yang menjuluki aliran Oyama sebagai "bukan Karate"
dan "ilmunya para berandalan".
Mas Oyama tidak ambil pusing atas tanggapan tersebut. Ia secara resmi mendirikan Kyokushin yang berarti kebenaran tertinggi
yang beliau yakini sebagaimana Karate seharusnya diajarkan dan
dipelajari. Ia mengadakan turnamen-turnamennya sendiri merespon
dilarangnya Kyokushin mengikuti pertandingan-pertandingan Karate. Meski
di-'anak-tiri'-kan, Kyokushin berkembang pesat di dalam maupun di luar
Jepang, terutama karena beberapa generasi pertama Kyokushin banyak
menantang berbagai aliran bela diri di Asia maupun di negara-negara
Barat.
Kematian Oyama meninggalkan perpecahan di
tubuh organisasi Kyokushin. Kelompok-kelompok ini saling mengklaim
memiliki otoritas untuk mewakili Honbu (markas/headquarters) yang asli.
Cabang-cabang
baru yang memiliki gerakan dan teknik yang sama, namun dengan nama
berbeda, lahir. Banyak juga dojo-dojo yang mengajarkan kurikulum
Kyokushin meskipun tidak memiliki ikatan formal dengan organisasi.
Meskipun sulit untuk dihitung secara pasti, diperkirakan jumlah murid
yang mempelajari aliran Kyokushin atau aliran cabangnya telah mencapai
jutaan orang.
0 komentar:
Posting Komentar